Suara.com - Stres dapat meningkatkan aktivitas otak, yang dapat mengembangkan kondisi jantung langka yang disebut sindrom Takotsubo.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh European Society of Kardiologi, sindrom Takotsubo atau TTS juga dikenal sebagai sindrom patah hati.
Studi tersebut menemukan, semakin besar aktivitas sel saraf di wilayah amigdala di otak, semakin cepat kondisi sindrom Takotsubo berkembang. Untuk itu peneliti menyarankan intervensi untuk menurunkan stres lewat perawatan obat maupun teknik terapi menurunkan stres.
Sindrom ini dapat ditandai dengan melemahnya otot jantung, yang dapat menyebabkan ventrikel kiri jantung membangkak. Bukti menunjukkan, kondisi ini biasanya dipicu oleh tekanan emosional yang parah seperti rasa sedih, kemarahan, ketakutan, atau reaksi terhadap peristiwa traumatis.
Pasien yang mengalami ini terjadi lewat gejala nyeri dada dan sesak napas, yang dapat menyebabkan serangan jantung dan kematian.
Sindrom Takotsubo (TTS) lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki, yakni 10 persen.
"Studi ini menunjukkan, peningkatan neurobiologis terkait stres di amigdala," ungkap Dr Ahmed Tawakol, wakil direktur Pusat Penelitian Pencitraan Kardiovaskular dikutip dari Healtshot.
Ia menungkapkan penyakit ini dapat meningkatkan respons stres akut pada TTS. "Ini dapat menjadi penyebab seseorang meningkatkan respons stres akut yang berpuncak pada TTS,” ungkap lelaki yang bertugas di Rumah Sakit Umum Massachusetts dan Sekolah Kedokteran Harvard Boston, AS.
Ia juga melihat hubungan yang signifikan antara aktivitas otak yang memengaruhi stres, dan juga aktivitas tulang sumsum. Temuan ini memberi mekanisme potensial yang berkontribusi koneksi jantung dan otak.
Baca Juga: Meningkat Drastis Selama Pandemi Covid-19, Ini Bahaya Sindrom Patah Hati
Dr Tawakol dan rekannya menganalisis data pada 104 orang, dengan usia rata-rata 68 tahun, di antaranya wanita sebesar 72 persen.
"Area otak yang memiliki aktivitas metabolik lebih tinggi. Karena itu, aktivitas yang lebih tinggi dengan stres di otak menunjukkan respons yang aktif. Demikian aktivitas yang lebih tinggi pada sumsum tulang, yang mencerminkan metabolisme," ungkapnya.
Para peneliti mengungkap, orang yang mengembangkan sindrom Takotsubo memiliki aktivitas amigdala lebih tinggi, dibanding orang yang tidak mengembangkan TTS. Hal ini yang pada akhirnya memberikan efek stres lebih tinggi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Belajar dari Kasus Ameena, Apakah Permen Bisa Membuat Anak Sering Tantrum?
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?