Suara.com - Pemerintah telah menetapkan mudik lebaran tahun ini kembali dilarang untuk mencegah lonjakan penularan Covid-19. Libur lebaran juga dinilai akan meningkatkan pergerakan masyarakat sehingga berpotensi terjadi kerumunan dan penularan virus.
Tim pakar Satgas Covid-19 dr. Iwan Ariawan, M.S.PH., mengatakan, sejak pandemi tahun lalu telah terbukti bahwa libur panjang selalu berpotensi sebabkan lonjakan kasus Covid-19. Kondisi itu dipicu akibat pergerakan masyarakat yang meningkat.
"Kita sepanjang 2020 ada beberapa kali libur panjang. Kalau dilihat pada 2020, setiap libur panjang pergerakan orang naik banyak. Diawal Idulfitri karena ada pembatasan ada pergerakan naik sedikit kasus juga naik sedikit. Naik banyak sekali itu terjadi pada libur 17 Agustus, kemudian libur 1 Muharram. Pergerakan naik dan kasus naik juga," kata dokter Iwan dalam konferensi lers virtual, Selasa (6/4/2021).
Meski sekarang sebagian masyarakat telah divaksinasi Covid-19, Iwan menegaskan bahwa hal itu bukan jaminan masyarakat bisa bepergian dengan aman. Terlebih, kekebalan kelompok mencakup 80 persen orang tervaksinasi juga belum tercapai.
"Kita bersyukur vaksinasi sudah berjalan. Tapi vaksinasi baru sebagian kecil, belum sampai herd imunity. Sehingga artinya kita belum dalam situasi aman. Kita harus tetap menjaga supaya tidak tertular dan supaya penyebaran berkurang," ucapnya.
Menurut dr. Iwan, libur panjang selalu menimbulkan resiko kenaikan kasus Covid-19 karena memicu masyarakat pergi liburan. Setiap kali pergerakan masyaakat meningkat, saat itu pula laporan kasus Covid-19 akan meningkat. Kondisi itu yang diperkirakan akan terjadi jika masyarakat tetap memaksakan diri untuk mudik lebaran tahun ini.
"Dampaknya yang bisa ditimbulkan jumlah kasus akan naik, jumlah transmisi akan naik. Kalau sekarang transmisi cenderung menurun, sudah menuju perbaikan. Sangat disayangkan kalau nanti naik lagi. Bukannya menuju terkandali tapi justru menjauh," ucapnya.
"Yang dikhawatirkan juga, mudik itu banyak bertemu dengan orang yang lebih tua. Jika mereka terinfeksi, itu resiko jadi kasus covid berat dan resiko meninggal lebih tinggi. Nanti kebutuhan rumah sakit meningkat dan kematian juga meningkat," imbuh dr. Iwan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Pilihan Produk Viva untuk Menghilangkan Flek Hitam, Harga Rp20 Ribuan
- 7 Mobil Bekas di Bawah Rp50 Juta untuk Anak Muda, Desain Timeless Anti Mati Gaya
- 7 Rekomendasi Mobil Matic Bekas di Bawah 50 Juta, Irit dan Bandel untuk Harian
- 5 Mobil Mungil 70 Jutaan untuk Libur Akhir Tahun: Cocok untuk Milenial, Gen-Z dan Keluarga Kecil
- 5 Rekomendasi Cushion Lokal dengan Coverage Terbaik Untuk Tutupi Flek Hitam, Harga Mulai Rp50 Ribuan
Pilihan
-
4 HP Memori 512 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer dan Konten Kreator
-
3 Rekomendasi HP Infinix 1 Jutaan, Speknya Setara Rp3 Jutaan
-
5 HP Layar AMOLED Paling Murah, Selalu Terang di Bawah Terik Matahari mulai Rp1 Jutaan
-
Harga Emas Naik Setelah Berturut-turut Anjlok, Cek Detail Emas di Pegadaian Hari Ini
-
Cerita Danantara: Krakatau Steel Banyak Utang dan Tak Pernah Untung
Terkini
-
Stroke Mengintai, Kenali FAST yang Bisa Selamatkan Nyawa dalam 4,5 Jam!
-
Dari Laboratorium ITB, Lahir Teknologi Inovatif untuk Menjaga Kelembapan dan Kesehatan Kulit Bayi
-
Manfaatkan Musik dan Lagu, Enervon Gold Bantu Penyintas Stroke Temukan Cara Baru Berkomunikasi
-
Gerakan Peduli Kanker Payudara, YKPI Ajak Perempuan Cintai Diri Lewat Hidup Sehat
-
Krisis Iklim Kian Mengancam Kesehatan Dunia: Ribuan Nyawa Melayang, Triliunan Dolar Hilang
-
Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara
-
Jangan Abaikan! SADANIS: Kunci Selamatkan Diri dari Kanker Payudara yang Sering Terlewat
-
Langkah Krusial Buat Semua Perempuan, Gerakan Nasional Deteksi Dini Kanker Payudara Diluncurkan
-
Dukung Ibu Bekerja, Layanan Pengasuhan Modern Hadir dengan Sentuhan Teknologi
-
Mengenalkan Logika Sejak Dini: Saat Anak Belajar Cara Berpikir ala Komputer