Suara.com - Sistem kesehatan di kota Gaza yang telah melemah akibat pandemi Covid-19, kini hancur akibat perang. Rumah sakit kewalahan dengan gelombang korban tewas dan terluka akibat pemboman Israel. Banyak obat-obatan penting habis dengan cepat di wilayah pesisir yang kecil dan tersumbat, begitu pula bahan bakar untuk menjaga aliran listrik.
Dilansir dari AP News, dua dokter terkemuka di Gaza, termasuk gugus tugas Covid-19, tewas ketika rumah mereka hancur akibat serangan.
Satu-satunya laboratorium pengujian virus corona di sana rusak oleh serangan udara dan telah ditutup. Hal ini membuat pejabat kesehatan khawatir akan terjadinya wabah lebih lanjut di antara puluhan ribu penduduk terlantar yang berdesakan di tempat penampungan darurat.
Dr. Majdi Dhair, kepala pengobatan pencegahan di Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa pengujian Covid-19 terhenti.
“Ini seperti bom waktu, karena orang tidak diuji, dan mereka yang terinfeksi tidak akan tahu bahwa mereka terinfeksi,” kata Dhair.
Hingga Senin, ketika klinik itu rusak, Gaza telah mencatat lebih dari 105.000 kasus infeksi virus corona, termasuk 986 kematian. Sekitar 80 orang berada dalam kondisi kritis karena virus tersebut.
Di satu sekolah yang dikelola PBB, di mana 1.400 orang berlindung di dalamnya, Nawal al-Danaf dan lima anaknya dijejalkan ke dalam satu ruang kelas bersama lima keluarga lainnya. Selimut yang disampirkan di tali menjadi batas antar keluarga.
"Sekolah itu aman dari perang, tetapi ketika bicara corona, dengan lima keluarga di satu ruangan, semua orang bisa saling menulari," kata al-Danaf, yang melarikan diri dari penembakan tank Israel di kota Beit Lahiya di utara Gaza beberapa hari lalu, yang menambahkan bahwa tidak ada orang yang memakai masker di sana, dan tak bisa melakukan jaga jarak di tempat yang sempit.
Upaya vaksinasi Covid-19 di Gaza, yang sebelumnya berjalan lambat, kini telah berhenti, kata pejabat tinggi WHO di Gaza, Sacha Bootsma.
Baca Juga: Indonesia Desak Aksi Kekerasan dan Saling Serang di Jalur Gaza Dihentikan
Hanya di bawah 39.000 orang, atau 2% dari populasi Gaza, yang telah menerima vaksinasi. Dosis yang ada hanya cukup untuk memvaksinasi 15.000 orang lagi, dan dosis tersebut kedaluwarsa pada bulan Juni. Namun dengan kondisi ini, timbul kekhawatiran bahwa dosis tersebut tidak akan dapat digunakan tepat pada waktunya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Penelitian Ungkap Mikroplastik Memperparah Penyempitan Pembuluh Darah: Kok Bisa?
-
Lari Sambil Menjelajah Kota, JEKATE Running Series 2025 Resmi Digelar
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?