Suara.com - Seorang pria buta yang kehilangan penglihatannya karena penyakit mata neurodegeneratif beberapa puluh tahun lalu, sebagian penglihatannya telah pulih berkat terapi gen eksperimental yang dikembangkan untuk pertama kalinya.
Pria berusia 58 tahun tersebut didiagnosis retinitis pigmentosa (RP), kelainan genetik bawaan progresif yang menyebabkan gangguan penglihatan, 40 tahun lalu.
RP umumnya dianggap sebagai kelainan langka, perkiaraannya satu dari empat ribu orang mengidap kondisi ini. Namun, tetap saja, RP telah memengaruhi sekitar dua ribu orang di seluruh dunia, lapor Science Alert.
Dalam penelitian tersebut, sang pria diberi suntikan intravitreal di salah satu mata yang penglihatannya paling buruk. Suntikan ini mengirimkan 'Adeno-Associated Virus' (AAV).
Ini adalah suatu bentuk terapi gen di mana vektor virus menginfeksi jaringan manusia dengan muatannya yang menguntungkan.
Di terapi ini, virus memberikan kombinasi protein peka cahaya, yang dirancang untuk meningkatkan fungsi persepsi cahaya pada sel retina sang pria yang rusak.
Menggunakan kacamata khusus yang merangsang matanya dengan semburan cahaya yang sesuai dengan bentuk dan posisi benda di depannya, pria tersebut dapat melihat sebagian lagi.
Dengan bantuan pengaturan eksperimental ini, pasien berhasil melihat, menemukan, dan menyentuh objek yang telah diletakkan di atas meja di depannya.
"Proses visual yang mengarah ke persepsi cukup efektif untuk memungkinkan pasien mengarahkan ke objek dan melakukan tugas visuomotor untuk meraihnya," jelas para peneliti.
Baca Juga: Misteri Pria Dikubur 73 Tahun Lalu, Mata-mata atau Kekasih Putus Cinta?
Pada saat yang sama, pria itu mengenakan topi electroencephalographic (EEG) non-invasif, yang dirancang untuk memberikan pembacaan aktivitas saraf di seluruh korteks selama percobaan, memberikan ukuran lain dari penglihatan pria yang pulih sebagian.
Meski masih banyak penelitian yang perlu dilakukan, hasil terapi ini sangat menjanjikan. Terapi eksperimental ini memberikan harapan perawatan bagi penderita retinitis pigmentosa.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- 5 Sepatu Lokal Senyaman Hoka Ori, Cushion Empuk Harga Jauh Lebih Miring
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial