Suara.com - Secara global, penularan penyakit AIDS ditargetkan berhenti pada 2030 melalui kampanye three zero, yakni tidak ada infeksi baru, tidak ada kematian akibat AIDS, dan diskriminasi ODHA (orang positif HIV). Tapi, bisakah Indonesia mencapai target hentikan penularan HIV di 2030?
Jika menghitung rentang tahun, artinya Indonesia masih punya waktu 9 tahun untuk menghentikan laju penularan HIV atau AIDS.
Perlu diketahui, HIV (Human Immunideficiency Virus) adalah virus yang menyebabkan seseorang mengalami sakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Gejalanya meliputi penurunan berat badan, demam di malam hari, kelelahan, dan mudah terinfeksi penyakit ulang.
Namun Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Dirjen P2P Kemenkes) RI, Maxi Rein Rondonuwu, mengungkap dua target yang harus fokus dikejar, yakni jumlah ODHA yang rutin mengonsumsi ARV (obat pengendali HIV) dan viral load tersupresi atau keberhasilan pengobatan sehingga ODHA tidak lagi menularkan HIV.
Dua target ini harus segera digenjot, karena kata Maxi, presentasenya cukup jauh dari yang ditargetkan Indonesia pada 2030 mendatang.
Ada 3 target Indonesia untuk hentikan AIDS pada 2030. Pertama, 90 persen ODHA sudah mengetahui statusnya positif, kini angkanya sudah mencapai 75 persen. Kedua, 90 persen ODHA menjalani terapi obat ARV, kini angkanya baru 27 persen. Ketiga, 90 persen ODHA sudah viral load tersupresi, dan angkanya masih 6 persen.
"Tentu kalau ditanya, sekarang kita butuh waktu 9 tahun lagi, bisa nggak tercapai? Masih ada devisiasi (kekurangan) besar, yakni ODHA dengan ARV dan ODHA dengan viral tersupresi," ungkap Maxi saat diskusi virtual bersama Harian Kompas, Rabu (23/6/2021).
Maxi berjanji Kemenkes akan terus mencari tahu sumber masalah dan kendala utama penyebab rendahnya ODHA yang tersupresi, entah itu tidak tersedianya sarana, fasilitas hingga peralatannya.
"Sehingga viral load (ODHA tidak lagi menularkan HIV) bisa didapat setiap pengobatan, sangat tergantung berapa jumlah mesin yang viral load, dan harus direncanakan sampai dengan 2030," ungkap Maxi.
Baca Juga: Setelah Vaksin, Pfizer Mengembangkan Obat Covid-19 Oral
Sementara itu, berdasarkan data per 5 April 2021, estimasi ODHA mencapai 543.100, dan baru ada 427.201 ODHA yang ditemukan di Indonesia. Dari ODHA yang ditemukan 365.289 di antaranya masih dalam keadaan hidup dan 61.912 ODHA ditemukan meninggal dunia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
UPDATE Klasemen SEA Games 2025: Indonesia Selangkah Lagi Kunci Runner-up
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia