Suara.com - Di tengah pandemi ini, istilah komorbid mencuat dan menjadi pembahasan di mana-mana. Hal ini lantaran keberadaan komorbid atau penyakit penyerta, dapat meningkatkan risiko keparahan Covid-19.
Dilansir dari laman Health, Centers for Disease Control and Prevention atau CDC memberikan daftar kondisi komorbiditas pada pasien Covid-19, yang meliputi kanker, penyakit ginjal kronis, penyakit jantung, sindrom Down, obesitas, kehamilan, dan diabetes mellitus tipe 2.
Karena Covid-19 adalah penyakit baru, tidak banyak data tentang bagaimana komorbid ini memengaruhi tingkat keparahannya. Itu sebabnya, penting mengedukasi pasien komorbid untuk mengenal kondisinya lebih jauh.
Upaya inilah yang dilakukan oleh Allianz Indonesia melalui webinar series-nya yang bertajuk “Pencegahan dan Penanganan Covid-19 pada Pasien Komorbid” beberapa waktu lalu.
Webinar yang merupakan bagian dari rangkaian program Cintai Keluarga & Cintai Bumi ini akan membahas seputar hal-hal yang perlu diketahui oleh pasien komorbid di tengah pandemi. Termasuk di dalamnya perlindungan diri ketika terpapar Covid-19.
Hadir sebagai pembicara pada webinar ini adalah dr. Vito A. Damay, SpJP(K), MKes, AIFO-K, FIHA, FICA, FAsCC, Dokter Spesialis Jantung & Pembuluh Darah, yang aktif memberikan informasi seputar kesehatan di berbagai media.
1. Apa Itu Pasien Komorbid?
Dikatakan dr. Vito, pasien komorbid adalah pasien yang memiliki penyakit penyerta selain penyakit utama yang sedang dideritanya. Penyakit penyerta ini bisa merupakan penyakit bawaan yang kronis.
Apabila seseorang memiliki penyakit jantung, obesitas, dan hipertensi, maka orang tersebut tergolong memiliki penyakit komorbid.
2. Apa Risiko Pasien Komorbid?
Komorbid membuat seseorang berisiko mengalami sakit lebih berat ketika terkena Covid-19. Apalagi, sering terjadi keadaan darurat ketika ketersediaan kamar perawatan di rumah sakit menipis. Kombinasi dari dampak dan situasi ini, menurut dr. Vito, tentu menjadi risiko dan berbahaya bagi pasien komorbid. Itu sebabnya, komorbid perlu dikendalikan serta dideteksi sejak dini.
Baca Juga: Puluhan Orang Terinfeksi Covid-19 setelah Pesta di Jerman
"Komorbid dapat menjadi sebuah bom waktu apabila tidak dideteksi sejak dini. Efek yang timbul pada pasien komorbid akan lebih parah dan berdampak pada fungsi organ secara jangka panjang," kata dr. Vito dalam webinar “Pencegahan dan Penanganan Covid-19 pada Pasien Komorbid” yang diselenggarakan oleh Allianz Indonesia beberapa waktu lalu.
3. Apa yang Harus Dilakukan Pasien Komorbid?
Untuk mencegah risiko yang lebih parah, maka pasien komorbid harus melakukanlah pencegahan dengan cara mendeteksi komorbid sejak dini serta menerapkan pola hidup sehat yang baik.
Sedangkan untuk yang terpapar Covid-19, diperlukan penanganan efek komorbid dengan mengobatinya penyakit penyertanya.
Upaya pencegahan dari Covid-19 juga dapat dilakukan dengan istirahat yang cukup, makan makanan bergizi, rutin berolahraga, dan berjemur untuk membentuk imunitas tubuh yang kuat. Jangan lupa, patuhi juga protokol kesehatan dengan memakai double mask sesuai anjuran, menjaga jarak untuk mengurangi dampak terpapar, meminimalisir kerumunan dan senantiasa menjaga kebersihan.
4. Bagaimana Deteksi Dini Komorbid?
Deteksi dini komorbid dapat dilakukan dengan memeriksa tekanan darah untuk mengetahui apakah seseorang memiliki penyakit hipertensi.
Selain itu, bisa juga dengan mengukur lingkar pinggang untuk mengetahui apakah kita mengidap obesitas, serta memeriksakan diri apakah kita mempunyai penyakit jantung.
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- Innalillahi, Aktor Epy Kusnandar Meninggal Dunia
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
Pilihan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
-
6 HP Tahan Air Paling Murah Desember 2025: Cocok untuk Pekerja Lapangan dan Petualang
-
Drama Sidang Haji Alim: Datang dengan Ambulans & Oksigen, Ratusan Pendukung Padati Pengadilan
Terkini
-
Ikan Sidat, Harta Karun Gizi Asli Indonesia: Rahasia Nutrisi Tinggi dalam Susu Flyon
-
Wajib Tahu! Kata Dokter, Korset Pasca Caesar Bukan Cuma Tren, Tapi Kunci Pemulihan Cepat
-
Bocoran Zaskia Sungkar: 3 Produk Wajib Ada untuk Kulit Newborn, Apa Saja?
-
Mengapa Jenazah Banjir Sumatera Tanpa Identitas Dikuburkan Tanpa Tunggu Identifikasi?
-
Rahasia Umbi Garut di Minuman Ini: Solusi Alami Obati GERD dan Maag yang Direkomendasikan Ahli Gizi!
-
Kewalahan Hadapi Dunia Digital? Ini Tantangan Parenting Terbesar Orang Tua Masa Kini
-
Cuaca Lagi Labil, Ini Tips Atasi Demam Anak di Rumah
-
Gangguan Irama Jantung Intai Anak Muda, Teknologi Ablasi Dinilai Makin Dibutuhkan
-
BPOM Edukasi Bahaya AMR, Gilang Juragan 99 Hadir Beri Dukungan
-
Indonesia Masuk 5 Besar Kelahiran Prematur Dunia, Siapkah Tenaga Kesehatan Menghadapi Krisis Ini?