Suara.com - Migrain merupakan sakit kepala berdenyut di satu wilayah tertentu yang intensitasnya dapat bervariasi. Baik orang dewasa maupun anak-anak bisa mengalami migrain.
Sebuh penelitian mengungkap bahwa penderita migrain lebih mungkin memiliki siklus tidur REM (Rapid Eye Movement) yang kurang berkualitas, dibandingkan orang yang tidak menderita migrain.
Hasil studi yang terbit di Jurnal Neurology pada 22 September 2021 mengungkap anak-anak dengan migrain ditemukan memiliki waktu tidur total yang lebih sedikit, dibanding sebaya mereka yang sehat.
REM sendiri merupakan tahap tidur yang melibatkan sebagian aktivitas otak dan mimpi. Hal ini penting untuk melihat bagaimana fungsi memori berperan dalam aktivitas tidur tersebut.
“Kami ingin menganalisis ini untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, yakni bagaimana migrain memengaruhi pola tidur seseorang dengan tingkat keparahan sakit kepala mereka,” ungkap peneliti dari King’s College London, Jan Hoffmann.
“Dengan begitu, dokter dapat lebih mendukung orang dengan migrain dan memberikan perawatan tidur yang lebih efektif,” ungkapnya lebih lanjut.
Lewat meta-analisis ini, para peneliti melakukan uji dari 32 studi yang melibatkan survei terhadap 10.243 orang. Peserta menyelesaikan kuesioner tentang kualitas tidur mereka. Mulai dari kebiasaan tidur, berapa lama waktu tidur, total waktu tidur, dan penggunaan alat bantu tidur. Skor yang lebih tinggi menunjukkan responden memiliki kualitas tidur yang lebih buruk.
Para peneliti menemukan, orang dewasa dengan migrain secara keseluruhan, memiliki skor rata-rata lebih tinggi dibanding mereka tanpa migrain.
Perbedaan ini bahkan lebih besar dibanding orang dengan migrain kronis. Ketika para peneliti melihat studi tidur, mereka menemukan bahwa orang dewasa dan anak-anak dengan migrain, memiliki pwaktu tidur yang sedikit.
Baca Juga: Deteksi Gejala Demensia, Waspadai Pusing atau Sakit Kepala ketika Berdiri Tegak!
“Analisis kami memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang migrain, juga bagaimana ini memengaruhi pola tidur mereka serta dampak pola dari kemampuan mereka untuk mendapatkan tidur yang baik,” ungkap Hoffmann.
Dari meta-analisis ini tidak membuktikan hubungan sebab akibat antara tidur dan migrain. Karena keterbatasan meta-analisis ini, obat-obatan yang memengaruhi siklus tidur tidak diperhitungkan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia