Suara.com - Pada awal-awal pandemi virus corona, tes antibodi Covid-19 cukup populer. Bahkan, sempat menjadi persyaratan ketika akan menggunakan moda transportasi.
Tes darah antibodi Covid-19 merupakan tes untuk mendeteksi protein penangkal infeksi yang bertahan setelah sistem kekebalan melawan virus corona, atau pertahanan yang terbentuk setelah vaksinasi, di dalam darah.
Tetapi Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) mengatakan tes antibodi tidak disarankan untuk menentukan apakah seseorang terlindungi dari Covid-19.
Pusat Pengendalian dan Penceganhan Penyakit (CDC) mengatakan tes antibodi biasanya terbagi dalam berbagai tingkat akurasi. Sebab, antibodi dalam setiap individu bisa berbeda.
Menurut profesor penyakit menular William Schaffner, MD, dari Vanderbilt University Medical Center Nashville kepada Health, tes antibodi yang saat ini diperjualbelikan menyaring dua jenis antibodi berbeda, yakni:
1. Antibodi protein lonjakan
Pada virus corona terdapat 'paku' yang disebut protein lonjakan, fungsinya untuk mengunci sel agar bisa masuk dan berkembang biak di dalam tubuh.
Vaksin menyebabkan tubuh memproduksi antibodi yang menggumpal ke protein lonjakan seperti permen karet sehingga mikroorganisme ini tidak bisa masuk.
2. Antibodi nukleokapsid
Baca Juga: Otak Diserang Antibodi Jahat, Dua Remaja Alami Gangguan Jiwa saat Terinfeksi Covid-19
Ini diproduksi sebagai respons terhadap infeksi. Antibodi nukleokapsid mencegah area virus ini masuk ke sel kita.
Secara teori, apabila tes antibodi protein lonjakan hasilnya positif berarti vaksin Covid-19 yang Anda dapat berfungsi dengan baik. Sementara apabila tes antibodi nukleokapsid positif, artinya Anda pernah terinfeksi Covid-19.
Tetapi, meski Anda melakukan tes antibodi nukleokapsid dan hasilnya positif, bukan berarti tubuh Anda yang sudah memiliki antibodi tidak membutuhkan vaksin Covid-19.
"Kehadiran antibodi (di dalam tubuh) tidak boleh menggantikan vaksinasi, atau booster pada kelompok orang yang memenuhi syarat," kata Schaffner.
Selain itu, tes antibodi juga tidak bisa menjadi diagnosis Covid-19. Sebab, diperlukan satu hingga tiga minggu bagi tubuh untuk membentuk antibodi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Bukan Akira Nishino, 2 Calon Pelatih Timnas Indonesia dari Asia
- Diisukan Cerai, Hamish Daud Sempat Ungkap soal Sifat Raisa yang Tak Banyak Orang Tahu
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
Pilihan
-
Makna Mendalam 'Usai di Sini', Viral Lagi karena Gugatan Cerai Raisa ke Hamish Daud
-
Emil Audero Akhirnya Buka Suara: Rasanya Menyakitkan!
-
KDM Sebut Dana Pemda Jabar di Giro, Menkeu Purbaya: Lebih Rugi, BPK Nanti Periksa!
-
Mees Hilgers 'Banting Pintu', Bos FC Twente: Selesai Sudah!
-
Wawancara Kerja Lancar? Kuasai 6 Jurus Ini, Dijamin Bikin Pewawancara Terpukau
Terkini
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan
-
Bikin Anak Jadi Percaya Diri: Pentingnya Ruang Eksplorasi di Era Digital
-
Rahasia Tulang Kuat Sejak Dini, Cegah Osteoporosis di Masa Tua dengan Optimalkan Pertumbuhan!
-
Terobosan Baru! MLPT Gandeng Tsinghua Bentuk Program AI untuk Kesehatan Global