Suara.com - Berbagai penyakit bisa muncul akibat stres. Salah satunya penyakit autoimun kulit.
CEO Klinik Pramudya dr. Anthony Handoko, Sp.KK., mengatakan bahwa selama pandemi Covid-19 banyak pasien yang alami sakit autoimun kulit. Sedangkan bagi orang yang memang sudah punya riwayat penyakit autoimun kulit, tak sedikit yang alamu kekambuhan yang lebih parah.
"Memang yang kita temukan di tengah masyarakat, di klinik kami, keluhan sakit autoimun kulit ini meningkat," kata dokter Anthony saat webinar 'Kenali Autoimun Kulit yang Kerap Muncul Selama Pandemi', Rabu (3/11/2021).
Penyakit autoimun kulit dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya karena umumnya terjadi secara kronis, jangka panjang dan bersifat kambuhan. Oleh sebab itu, dokter Anthony mengingatkan pentingnya pengetahuan yang cukup dari pasien juga masyarakat terkait penyakit tersebut.
"Bagaimana mencegahnya, cara mencegah agar tidak kambuh, cara pengobatan yang benar dan kapan harus berobat. Itu oenting diketahui pasien," ucapnya.
Ada tiga jenis autoimun kulit yang paling sering terjadi selama pandemi Covid-19. Yakni, psoriasis atau peradangan yang disebabkan pergantian kulit yang terlalu cepat. Kedua, vitiligo yang ditandai dengan munculnya bercak putih pada kulit. Ketiga, urtikaria atau lebih dikenal dengan istilah biduran.
Dokter spesialis kulit dan kelamin dr. Amelia Soebyanto, Sp.DV., mengatakan bahwa stres termasuk salah satu faktor yang banyak menjadi penyebab munculnya atau kekambuhan sakit autoimun kulit selama pandemi.
Selain dari itu, gaya hidup yang berubah selama lebih lama di rumah, seperti jarang aktivitas fisik, pola makan berubah, bahkan juga kurang isrirahat bisa jadi pemicu penyakit tersebut.
"Dengan adanya stres yang tinggi, terutama selama masa pandemi, membuat penyakit autoimun kulit jadi lebih sering kambuh dan kadang jadi jauh lebih berat," ucapnya.
Baca Juga: 4 Tahun Geluti Usaha Anggrek di Jembrana Bali, Putu Mahayoni Kini Raup 1,5 Per Hari
Kekhawatiran untuk datang ke fasilitas pelayanan kesehatan selama pandemi juga jadi salah satu pemicunya. Karena kebanyakan pasien baru menemui dojter spesialis kulit dan kelamin saat penyakitnya sudah lebih parah.
"Jadi sebetulnya itu sudah cukup terlambat karena dengan deteksi dini sebetulnya pengobatan pun akan lebih pendek," ujar dokter Amel.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
3 Rekomendasi HP 1 Jutaan Baterai Besar Terbaru, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Menkeu Purbaya Pernah Minta Pertamina Bikin 7 Kilang Baru, Bukan Justru Dibakar
-
Dapur MBG di Agam Dihentikan Sementara, Buntut Puluhan Pelajar Diduga Keracunan Makanan!
-
Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
-
Harga Emas Antam Terpeleset Jatuh, Kini Dibanderol Rp 2.235.000 per Gram
Terkini
-
Miris! Ahli Kanker Cerita Dokter Layani 70 Pasien BPJS per Hari, Konsultasi Jadi Sebentar
-
Silent Killer Mengintai: 1 dari 3 Orang Indonesia Terancam Kolesterol Tinggi!
-
Jantung Sehat, Hidup Lebih Panjang: Edukasi yang Tak Boleh Ditunda
-
Siloam Hospital Peringati Hari Jantung Sedunia, Soroti Risiko AF dan Stroke di Indonesia
-
Skrining Kanker Payudara Kini Lebih Nyaman: Pemeriksaan 5 Detik untuk Hidup Lebih Lama
-
CEK FAKTA: Ilmuwan China Ciptakan Lem, Bisa Sambung Tulang dalam 3 Menit
-
Risiko Serangan Jantung Tak Pandang Usia, Pentingnya Layanan Terpadu untuk Selamatkan Nyawa
-
Bijak Garam: Cara Sederhana Cegah Hipertensi dan Penyakit Degeneratif
-
HD Theranova: Terobosan Cuci Darah yang Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
-
Stres Hilang, Jantung Sehat, Komunitas Solid: Ini Kekuatan Fun Run yang Wajib Kamu Coba!