Suara.com - Diet Mediterania terbukti mampu mencegah demensia, diabetes, penyakit jantung dan bahkan disfungsi ereksi. Bahkan, ada yang menyebut diet ini sebagai diet terbaik.
Namun para ahli mengklaim diet Meditarania berpotensi membahayakan kesuburan, jika tidak dilakukan dengan benar.
Dilansir dari NY Post, diet tersebut dianggap juga bisa melemahkan sistem kekebalan dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak-anak, klaim tim yang dipimpin oleh Universitas Oslo, Norwegia.
Mereka membandingkan efek diet Mediterania yang “sehat” dengan diet khas Barat pada 27 mahasiswa Inggris.
Selama seminggu, semua peserta makan makanan Barat kebiasaan yang mereka pilih sendiri, yang menurut buku harian makanan mereka rendah buah, sayuran, dan anggur.
Kemudian, mereka beralih ke diet Mediterania, yang mencakup banyak buah dan sayuran, biji-bijian, ikan dan lemak seperti minyak zaitun dan kacang-kacangan.
Daging, susu, dan lemak jenuh dimakan dalam jumlah yang lebih sedikit.
Para ilmuwan mengatakan sampel urin mengandung tingkat bahan kimia yang lebih tinggi ketika peserta makan diet Mediterania.
Ini menghasilkan asupan total lebih dari tiga kali lebih tinggi dari dua bahan utama – insektisida dan organofosfat.
Baca Juga: Ragam Makanan untuk Diet, Mulai Sarapan hingga Santap Malam
Namun, efeknya hanya terlihat pada mereka yang mengonsumsi makanan yang diolah secara tradisional.
Ketika peserta makan makanan organik, yang berarti mereka bertani tanpa menggunakan pestisida, kontaminan berkurang hingga 90 persen.
“Ada bukti yang berkembang dari studi observasional bahwa manfaat kesehatan dari peningkatan konsumsi buah, sayuran, dan gandum sebagian berkurang oleh paparan pestisida yang lebih tinggi yang terkait dengan makanan ini," kata Prof Per Ole Iversen (MD), di Universitas Oslo.
"Studi kami menunjukkan bahwa konsumsi makanan organik memungkinkan konsumen untuk mengubah pola makan yang lebih sehat, tanpa peningkatan asupan pestisida."
Studi yang diterbitkan dalam American Journal of Critical Nutrition, tidak menyelidiki dampak racun ini terhadap kesehatan manusia.
Tetapi peneliti utama Profesor Carlo Leifert, seorang profesor tamu di Oslo, mengatakan mereka dapat mempengaruhi hormon dalam tubuh.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Daftar Harga HP Xiaomi Terbaru Oktober 2025: Flagship Mewah hingga Murah Meriah
-
Kepala Daerah 'Gruduk' Kantor Menkeu Purbaya, Katanya Mau Protes
-
Silsilah Bodong Pemain Naturalisasi Malaysia Dibongkar FIFA! Ini Daftar Lengkapnya
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
Terkini
-
Varises Mengganggu Penampilan dan Kesehatan? Jangan Panik! Ini Panduan Lengkap Mengatasinya
-
Rahasia Awet Muda Dibongkar! Dokter Indonesia Bakal Kuasai Teknologi Stem Cell Quantum
-
Belajar dari Kasus Ameena, Apakah Permen Bisa Membuat Anak Sering Tantrum?
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030