Suara.com - Pandemi COVID-19 meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman penyakit menular yang menyerang pernapasan. Menurut pakar, salah satu penyakit infeksi yang masih perlu diwaspadai adalah pneumonia.
Secara global, pneumonia masih menjadi faktor kematian utama pada anak-anak di bawah usia lima tahun. Unicef menyebutkan, pneumonia merenggut nyawa lebih dari 800.000 anak balita per tahun. Sebagian besar kematian ini terjadi di Asia Selatan, Sub-Sahara Afrika, dan Asia Tenggara.
Data Kementerian Kesehatan pada 2019 mencatat 153.987 kasus pneumonia pada bayi berusia kurang dari satu tahun dan 314.455 kasus pada anak berusia 1 sampai 5 tahun. Jumlah kematian anak akibat penyakit pneumonia mencapai 550 kasus. Indonesia berada di peringkat ke-7 dunia sebagai negara dengan beban pneumonia tertinggi secara global.
Dokter spesialis anak konsultan respirologi Prof. Dr. dr. Cissy Kartasasmita, Sp. A(K), M,Sc menjelaskan pneumonia adalah penyakit radang infeksi akut yang menyerang paru. Infeksi itu membuat jaringan paru mengalami peradangan sehingga penyaluran oksigen dalam tubuh terganggu yang dapat menyebabkan kematian pada anak.
Gejala awal pneumonia sulit dibedakan dengan penyakit pernapasan lain seperti batuk, demam, dan sesak napas. Namun, terdapat gejala khas pneumonia yakni napas cepat melebihi normal.
Frekuensi napas cepat tersebut bisa di atas 60 kali per menit untuk bayi di bawah dua bulan, di atas 50 kali per menit pada anak dua bulan hingga kurang 12 bulan, serta di atas 40 kali per menit untuk anak usia 1 sampai 5 tahun.
Selain napas cepat, hal yang patut diwaspadai yakni tarikan dinding dada ke dalam saat anak bernapas. Gejala ini biasanya muncul pada pneumonia derajat berat.
“Jadi, bila anak dengan batuk dan atau kesulitan bernafas mengalami napas cepat, orangtua jangan sampai lengah. Sebaiknya segera periksa ke dokter atau fasilitas kesehatan,” kata Prof. Cissy yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
Prof Cissy mengemukakan pneumonia dapat disebabkan karena infeksi dari bakteri, virus, dan jamur ke dalam paru-paru.
Baca Juga: Hari Pneumonia Sedunia: Mudah Terpapar, Lansia Sangat Dianjurkan Segera Vaksin Pneumonia
Faktor risiko terjadinya pneumonia antara lain bayi dengan berat badan lahir rendah, bayi yang tidak mengonsumsi air susu ibu (ASI) secara eksklusif selama enam bulan, bayi yang tidak mendapatkan imunisasi dasar, kurang gizi, polusi dalam ruangan seperti asap rokok, dan tinggal di lokasi yang terlalu padat penduduk.
Hasil penelitian menunjukkan 70 persen kasus pneumonia disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri lebih sering menyebabkan kasus pneumonia menjadi berat. Bakteri yang paling sering jadi penyebab pneumonia adalah streptococcus pneumonia (pneumokokus) dan haemophilus influenza type b (Hib).
Pneumonia bisa diobati dengan pemberian antibiotik dan perawatan pasien. Namun, pencegahan penyakit pneumonia bisa dilakukan dengan vaksinasi. Vaksin yang dapat mencegah pneumonia pada bayi di antaranya DPT, campak, Hib, dan pneumokokus.
Ketiga vaksin pertama yang disebutkan di atas sudah masuk masuk dalam program vaksinasi dasar yang digratiskan oleh pemerintah bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Namun, pada 22 Juni lalu pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengumumkan bahwa vaksinasi pneumokokus konjugasi (PCV) juga diberikan sebagai program imunisasi dasar bagi seluruh anak di Indonesia.
Implementasi vaksinasi PCV secara nasional akan dimulai tahun depan dengan pemberian tiga dosis yakni saat anak berusia dua bulan, tiga bulan, dan 12 bulan.
Berita Terkait
-
Bukan Cuma Penyakit Orang Tua, Ini 5 'Jurus Sakti' Biar Gak Kena Pneumonia
-
Dikira 'Lebih Aman', Dokter Paru Ungkap Vape Punya Bahaya yang Sama Ngerinya dengan Rokok
-
Waspada! Pneumonia Mengintai Dewasa dan Lansia, PAPDI: Vaksinasi Bukan Hanya untuk Anak-Anak
-
Studi: 1 dari 20 Balita Jakarta Kena Pneumonia akibat Polusi Udara
-
Sejumlah 99 Jemaah Haji Terserang Pneumonia, DPR Ingatkan Protokol Kesehatan
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia