Suara.com - Para peneliti telah merilis hasil temuan pertama dari 'studi tantangan manusia' terhadap Covid-19. Studi ini telah menambah pengetahuan baru tentang SARS-CoV-2 yang belum pernah diketahui sebelumnya.
Dalam studi ini, peneliti sengaja menginfeksi orang dewasa sehat dengan patogen, yang mana virus corona. Meski secara etis studi ini kontroversial, tetapi cara ini telah memunculkan inovasi medis, misalnya seperti infeksi kolera, tipus, dan influenza.
Jadi, pada awal 2020 saat SARS-CoV-2 muncul, beberapa peneliti mulai menyerukan studi tantangan manusia untuk menambah pengetahuan tentang virus mutasi ini.
Kemajuan dalam studi tantangan virus corona ini lambat karena banyak yang berhati-hati dalam menyetujui penelitian semacam ini.
Baru pada 2021 uji coba tantangan manusia pertama dimulai. Kini, akhirnya peneliti sudah mendapat hasil awal, lapor New Atlas.
Data menunjukkan masa inkubasi virus corona lebih pendek dari yang diperkirakan dan tes antigen sangat efektif untuk mengidentifikasi di waktu yang paling menular.
Peneliiti melihat bahwa waktu dari paparan virus awal hingga muncul gejala pertama rata-rata hanya 42 jam. Durasi ini secara signifikan lebih pendek daripada masa inkubasi tiga hingga lima hari.
Selain itu, infeksi tanpa gejala juga sama menularnya dengan Covid-19 yang bergejala.
Virus pertama kali terdeteksi di tenggorokan sebelum berpindah ke hidung sekitar tiga hari setelah terpapar. Tingkat virus lebih tinggi di hidung dibandingkan di tenggorokan.
Baca Juga: Kasus Positif COVID-19 di Lampung Naik 161 Orang, 1 Meninggal Dunia
Hal itu membuat peneliti berpikir keluarnya virus dari hidung (bersin) lebih mengancam daripada yang keluar dari tenggorokan (batuk).
Salah satu temuan yang paling berharga dalam penelitian ini adalah korelasi antara hasil tes antigen positif dan viral load yang tinggi.
"Meskipun dalam satu atau dua hari pertama alat mungkin kurang sensitif, jika Anda menggunakannya dengan benar dan berulang kali, dan menindaklanjuti saat hasilnya positif, ini akan berdampak besar pada penghentian penyebaran virus," kata kepala penyelidik Christoper Chiu.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Sekelas Honda Jazz untuk Mahasiswa yang Lebih Murah
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 26 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 13 November: Klaim Ribuan Gems dan FootyVerse 111-113
- 5 Pilihan Bedak Padat Wardah untuk Samarkan Garis Halus Usia 40-an, Harga Terjangkau
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman New Balance untuk Jalan Kaki Jauh
Pilihan
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
Terkini
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda