Suara.com - Seorang laki-laki asal China didiagnosis dengan sindrom air mata buaya. Namun, ini bukanlah air mata palsu yang sengaja dikeluarkan agar terlihat menyedihkan.
Sindrom air mata buaya merupakan kondisi medis langka yang menyebabkan seseorang meneteskan air mata setiap kali mereka makan.
Tahun lalu, pemberitaan China dihebohkan dengan kasus seorang pria bernama Zhang selalu menangis ketika ia makan.
Zhang awalnya tidak begitu memikirkannya, tetapi jumlah air matanya semakin banyak ketika ia mengunyah dalam waktu lama.
Ia mengaku kondisinya itu menganggu kehidupan sosialnya, lapor Oddity Central.
Pria ini mulai menghindari makan di depan umum karena takut menangis di depan orang-orang. Jadi, dia mengisolasi diri.
Namun, Zhang sadar bahwa ia tidak bisa menyembunyikan kondisinya selamanya. Ia pun memeriksakan diri ke dokter.
Zhang memeriksakan dirinya pada Februari lalu ke salah satu rumah sakit di Wuhan, China. Di sana, ia didiagnosis kondisi langka yang umumnya disebut sindrom air mata buaya.
Kepala Departemen Oftalmologi di rumah sakit tersebut, Cheng Mian Ching, menjelaskan bahwa konsisi pasiennya itu berkaitan erat dengan kelumpuhan wajah yang dialami oleh Zhang.
Baca Juga: Viral Video Detik-Detik Perahu Wisata Tenggelam, Penumpang Panik Anak-Anak Menangis
Proses pemulihan dari kelumpuhan wajah telah mempengaruhi aktivitas kelenjar lakrimal, terutama di mata kirinya.
Selama periode pemulihan, serabut saraf wajah menjadi salah arah. Saraf saliva yang seharusnya menginervasi kelenjar submandibular malah ke kelenjar lakrimal.
Kesalahan saraf ini menyebabkan rangsangan seperti baru dan rasa memicu kelenjar lakrimal untuk menghasilkan air mata, bukan air liur.
Gejala sindrom air mata buaya bervariasi dari pasien ke pasien. Pada kasus yang lebih ringan, umumnya ditangani dengan konseling dan pemantauan rutin.
Dalam kasus yang lebih parah, pengobatan suntikan toksin botulinum (botox) ke kelenjar lakrimal adalah yang paling disarankan.
Hal ini akan menghentikan transmisi sepanjang serabut saraf yang 'menyimpang'. Namun, efek suntikan tersebut bertahan sekitar enam bulan.
Intervensi bedah juga merupakan solusi. Ini adalah pilihan dalam kasus Zhang.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Uang Jemaah Disita KPK, Khalid Basalamah Terseret Pusaran Korupsi Haji: Masih Ada di Ustaz Khalid
- 15 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 24 September 2025: Kesempatan Dapat Packs, Coin, dan Player OVR 111
- Kapan Awal Puasa Ramadan dan Idul Fitri 2026? Simak Jadwalnya
- Tanah Rakyat Dijual? GNP Yogyakarta Geruduk DPRD DIY, Ungkap Bahaya Prolegnas UUPA
Pilihan
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
-
Dukungan Dua Periode Prabowo-Gibran Jadi Sorotan, Ini Respon Jokowi
-
Menkeu Purbaya Putuskan Cukai Rokok 2026 Tidak Naik: Tadinya Saya Mau Turunin!
-
Akankah Dolar AS Tembus Rp17.000?
-
Dokter Tifa Kena Malu, Kepala SMPN 1 Solo Ungkap Fakta Ijazah Gibran
Terkini
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh
-
Mengenal Penyakit Lyme yang Diderita Bella Hadid: Bagaimana Perawatannya?
-
Terapi Imunologi Sel: Inovasi Perawatan Kesehatan untuk Berbagai Penyakit Kronis