Suara.com - Kekerasan seksual pada perempuan tidak hanya berdampak pada psikisnya, tetapi juga bisa memicu penyakit jangka panjang.
Setelah seorang perempuan mengalami kekerasan seksual, ia akan berada dalam pengalaman traumatiknya segera setelah kejadian.
Tetapi, tak banyak yang tahu bahwa kekerasan seksual ini bisa menimbulkan efek yang berkelanjutan pada kesehatan perempuan, termasuk dalam bentuk penyakit jantung.
Sayangnya, dampak jangka panjang kekerasan seksual pada kesehatan perempuan ini jarang sekali dipertimbangkan atau berusaha dicegah sejak dini.
Rebecca B Lawn dan rekan-rekannya dari Universitas Harvard di AS dan Rumah Sakit Umum Massachusetts pun berusaha menunjukkan dampak jangka panjang kekerasan seksual perempuan pada kesehatannya.
Statistiknya benar-benar mengejutkan. Satu dari tiga wanita di seluruh dunia melaporkan kekerasan seksual yang dilakukan oleh pasangannya (berupa psikologis, fisik dan seksual) dan bukan pasangan.
Sampai sekarang, para peneliti fokus pada kekerasan yang kaitannya dengan kesehatan mental.
Tapi faktanya, kekerasan seksual berkaitan dengan banyak hal, termasuk kondisi seperti diabetes, nyeri kronis, penyakit kardiovaskular, dan kanker serviks.
Serangan seksual telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyempitan arteri, gangguan tidur kronis, dan penyakit pembuluh darah yang memicu stroke di otak.
Baca Juga: Menderita Diabetes, Dokter Imbau Lakukan Cek Kesehatan Mata Secara Rutin
Kita tidak bisa mengabaikannya. Kekerasan laki-laki menempatkan perempuan pada risiko penyebab utama kematian seperti penyakit kardiovaskular, stroke dan demensia.
Pelecehan seksual di tempat kerja adalah hal yang biasa dialami oleh empat dari lima wanita di seluruh dunia.
Pelecehan seksual di tempat kerja sangat buruk bagi kesehatan wanita, karena menempatkan mereka pada risiko tekanan darah tinggi.
Sedangkan dilansir dari Mirror UK, tekanan darah tinggi adalah akar dari banyak penyakit lain, termasuk penyakit kardiovaskular dan stroke.
Laporan Amerika ini menyerukan agar segala bentuk kekerasan terhadap perempuan diselidiki, termasuk kekerasan verbal atau psikologis.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat