Suara.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menanggapi pedoman terbaru WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia yang meminta negara untuk tidak membatasi akses aborsi, karena mengancam keselamatan perempuan.
Diungkap Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes, dr. Erna Mulati yang mengatakan pedoman WHO tidak serta merta bisa diterapkan di setiap negara, karena ada banyak pertimbangan dan landasan hukum aborsi, termasuk di Indonesia.
Perlu diketahui aborsi di Indonesia diatur dalam pasal 75 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam undang-undang tersebut, dinyatakan bahwa aborsi tidak diizinkan atau ilegal. Sehingga masuk sebagai tindak kriminal jika melakukannya.
Namun ada 2 kondisi yang memperbolehkan aborsi, yaitu alasan medis kehamilan yang bisa mengancam keselamatan ibu, dan karena pemerkosaan dengan syarat usia janin tidak lebih dari 40 hari.
"(Pedoman WHO) harus dilakukan adaptasi, nggak semua yang ada di WHO bisa diadopsi, kecuali terkait dengan Covid-19 berdampak pada banyak orang, kalau nggak diadopsi akan jadi masalah," ujar Erna saat dihubungi suara.com, Jumat (11/3/2022).
Selain itu menurut Erna, pedoman yang diberikan WHO bersifat internasional, sedangkan aborsi di Indonesia sudah memiliki aturan dan dasar hukumnya tersendiri. Sehingga perlu diadaptasi dan ditinjau tingkat relevansinya jika diterapkan di Indonesia.
"Kalau WHO kan internasional dan ini bersifat personal, ada negara yang melegalkan (aborsi), ada negara yang sama sekali nggak boleh," tutur Erna.
Meski begitu Erna mengakui bahwa pedoman baru aborsi WHO memang sudah disampaikan ke Indonesia, namun belum ada pembahasan atau tinjauan lebih lanjut terkait pedoman tersebut.
Sementara itu pada 9 Maret 2022, pedoman baru WHO terkait aborsi menyebutkan membatasi akses aborsi aman dan dalam pengawasan medis, hanya akan menyebabkan perempuan menjalani aborsi tidak aman atau ilegal yang membahayakan keselamatan perempuan tersebut.
Baca Juga: Kabar Baik, Tren Kasus Covid-19 di Indonesia Terus Turun Secara Konsisten
WHO juga merekomendasikan untuk menghapus kebijakan selain keputusan medis untuk aborsi aman.
Contoh kebijakan tersebut seperti kriminalisasi perempuan yang hendak melakukan aborsi, waktu tunggu wajib, hingga harus mendapat persetujuan yang diberikan oleh pihak lain.
Pihak lain yang dimaksud adalah pasangan, anggota keluarga maupun institusi tertentu serta batasan kapan aborsi bisa dilakukan selama kehamilan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
- Viral Murid SD Kompak Tolak Makan Gratis, Anak-Anak Jujur Masalahnya di Menu?
Pilihan
-
3 Kontroversi Purbaya Yudhi Sadewa di Tengah Jabatan Baru sebagai Menteri
-
Indonesia di Ujung Tanduk, Negara Keturunan Jawa Malah Berpeluang Lolos ke Piala Dunia 2026
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaru September 2025
-
IHSG Jeblok Hingga 1 Persen di Sesi I Perdagangan Selasa Setelah Sertijab Menteri Keuangan
-
19 Tewas di Aksi Demo Anti Korupsi, Eks Persija Jakarta: Pemerintah Pembunuh!
Terkini
-
Rusia Luncurkan Vaksin EnteroMix: Mungkinkah Jadi Era Baru Pengobatan Kanker?
-
Skrining BPJS Kesehatan: Panduan Lengkap Deteksi Dini Penyakit di Tahun 2025
-
Surfing Jadi Jalan Perempuan Temukan Keberanian dan Healing di Laut
-
Bayi Rewel Bikin Stres? Rahasia Tidur Nyenyak dengan Aromaterapi Lavender dan Chamomile!
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah
-
Revolusi Kesehatan Dimulai: Indonesia Jadi Pusat Inovasi Digital di Asia!
-
HPV Masih Jadi Ancaman, Kini Ada Vaksin Generasi Baru dengan Perlindungan Lebih Luas
-
Resistensi Antimikroba Ancam Pasien, Penggunaan Antibiotik Harus Lebih Cerdas
-
Ini Alasan Kenapa Donor Darah Tetap Relevan di Era Modern
-
Dari Kegelapan Menuju Cahaya: Bagaimana Operasi Katarak Gratis Mengubah Hidup Pasien