Suara.com - Obat keras clonazolam atau klonazolam yang kerap digunakan sebagai obat tidur dan obat antikecemasan sudah ditetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai narkoba golongan 1.
Keputusan ini dikonfirmasi BPOM melalui cuitan di Twitter, Selasa (14/6/2022) yang menyebutkan bahwa obat keras ini berpotensi membahayakan jika disalahgunakan dan dijual bebas ke masyarakat.
"Satu zat baru masuk dalam Psikotropika Golongan I yaitu Klonazolam. Zat psikoaktif baru ini berpotensi disalahgunakan sehingga dapat membahayakan kesehatan masyarakat," ungkap BPOM.
Mengutip Wellness Retreat, klonazolam yang juga memiliki nama lain triazolobenzodiazepine atau benzodiazepin, umumnya dalam dunia medis digunakan sebagai obat penenang yang digunakan untuk mengobati kecemasan dan obat tidur.
Tapi efek samping dari obat ini membuat penggunanya kecanduan. Namun ia bisa bekerja dengan sangat cepat dan efektif.
Dibuat pada 1970-an, ini adalah kombinasi ampuh clonazepam dan alprazolam (keduanya disetujui untuk penggunaan jangka pendek). Bahkan dosis kecil dapat menghasilkan sedasi yang intens dan menyebabkan amnesia.
Obat ini temukan dan dibuat pada 1970-an, masuk sebagai obat keras karena hanya dengan dosis kecil sekalipun, obat ini bisa menghasilkan sedasi atau kehilangan kesadaran yang intens, dan bahkan bisa menyebabkan amnesia atau hilang ingatan.
Dalam medis, obat ini juga kerap digunakan sebagai anti nyeri agar pasien lebih nyaman dan menenangkan.
Meski bekerja sebagai obat penenang atau obat tidur, klonazolam disebut memiliki efek samping yang lebih berbahaya dibandingkan manfaatnya jika dikonsumsi tanpa resep dokter.
Baca Juga: Rencana Pelabelan BPA Pada Galon Oleh BPOM Masih Bikin Sejumlah PIhak Heran
Berikut ini beberapa efek samping klonazolam yang sering ditemukan:
1. Ketergantungan atau Kecanduan
Semua obat yang mengandung klonazolam bisa membuat penggunanya kecanduan atau ketagihan. Ini terjadi karena saat mengonsumsi bisa membuat neurotransmitter atau senyawa yang bertugas menyampaikan pesan antara sel saraf jadi kacau.
2. Overdosis
Karena kecanduan, akhirnya membuat pengguna tidak bisa mengontrol takaran yang tepat. Apalagi jika obat ini dikonsumsi dalam bentuk cair atau dihirup, overdosis bisa terjadi dalam bentuk depresi pernapasan hingga kematian.
3. Kerusakan Otak Jangka Panjang
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan