Suara.com - Panti jompo merupakan rumah alternatif yang bisa menjadi pilihan masyarakat lanjut usia untuk menikmati sisa masa tuanya.
Di negara Barat, mendaftarkan diri dan secara sukarela memilih tinggal di panti jompo merupakan hal lumrah, alih-alih tinggal dan dirawat oleh anak atau cucu di rumah.
Dikatakan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia atau PB Pergemi - Prof. Dr. Siti Setiati, tinggal di panti jompo dapat memberikan kesamaan komunitas bagi kelompok lanjut usia.
"Kenapa lansia mau masuk panti jompo? Karena ada kesamaan komunitas di sana," kata Prof. Siti saat berbicara dalam acara Gerakan 4 Sehat 5 Bahagia: Tetap Sehat, Aktif & Bahagia di Sepanjang Usia, yang diselenggarakan beberapa waktu lalu.
Meski demikian, ia tetap beranggapan bahwa lansia tinggal di rumah bersama keluarga akan lebih baik daripada membiarkan lansia tinggal di panti jompo.
Di Indonesia, sebanyak 34,71 persen lansia tinggal bersama keluarga tiga generasi. Kata Prof. Siti, angka tersebut menurun sebesar enam persen dari tahun sebelumnya.
"Padahal berinteraksi dengan keluarga merupakan salah satu kunci penting dalam meningkatkan kualitas hidup lansia karena mereka memiliki kesempatan yang lebih besar untuk merasakan keterlibatan sosial yang dapat menghadirkan perasaan bahagia," tambahnya.
Pada akhirnya, kata Prof. Siti lagi, tinggal bersama keluarga dapat menurunkan risiko lansia untuk merasa kesepian atau diabaikan di masa tuanya.
"Saya kira panti salah satu pilihan (tinggal lansia). Tapi saya tetap mengimbau, pertahankan kehidupan bersama keluarga. Masih satu generasi dalam satu rumah, itu menurut saya tetap yang terbaik," katanya.
Baca Juga: Benarkah Lansia Dengan Penyakit Jantung Tak Boleh Booster Vaksin Covid-19 AstraZeneca?
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, jumlah lansia di Indonesia mencapai 29,3 juta jiwa atau 10,82 persen dari total penduduk Indonesia.
Pada tahun 2030, Indonesia bahkan diperkirakan akan mengalami lonjakan ageing population yang dapat berdampak pada kenaikan angka malnutrisi serta menurunkan kualitas hidup lansia (silver tsunami effect).
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
50 Persen Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Kenapa Gen X Paling Terancam?
-
Waduh! Studi Temukan Bukti Hewan Ternak Makan Sampah Plastik, Bahayanya Apa Buat Kita?
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
Review Lengkap Susu Flyon: Manfaat, Komposisi, Cara Konsumsi dan Harga Terbaru
-
BPOM: Apotek Jangan Asal Berikan Antibiotik ke Pembeli, Bahaya Level Global
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis