Suara.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi mengganti nama penyakit monkeypox (cacar monyet) menjadi "mpox". Alasan penggantian nama itu karena khawatir dengan rasisme dan stigmatisasi.
Dalam sebuah pernyataan, WHO menyatakan bahwa nama baru itu aku digunakan "secara bersamaan selama satu tahun". Nama lama secara bertahap akan dihapus.
Masa transisi untuk adopsi nama baru itu bertujuan untuk mengurangi kekhawatiran yang disampaikan oleh para ahli mengenai kebingungan yang disebabkan oleh perubahan nama di tengah wabah global yang sedang berlangsung.
WHO mengatakan bahwa saat wabah ini meluas, kata-kata yang bernuansa rasis menyebar di dunia maya.
"Ketika wabah cacar monyet meluas awal tahun ini, bahasa bernuansa rasis dan menstigmatisasi terpantau menyebar di dunia maya, di lingkungan lain dan di beberapa komunitas," kata organisasi yang berbasis di Jenewa itu.
Penyakit cacar monyet dinamai pada 1970 ketika kasus infeksi pertama kali pada manusia terkonfirmasi.
Virus ini pertama kali ditemukan pada monyet penangkaran di Denmark pada 1958.
WHO mengusulkan nama "mpox" mengikuti pedoman yang dirilis pada 2015 untuk "meminimalkan efek negatif yang tidak perlu pada negara, ekonomi, dan masyarakat" saat menamai penyakit menular baru pada manusia.
Pedoman yang ditulis itu merekomendasikan untuk menghindari nama yang mengacu pada hewan, lokasi geografis, dan kelompok etnis, seperti "flu babi" dan "Sindrom Pernafasan Timur Tengah".
Baca Juga: Alasan Klinik Pintar Ekspansi ke Spesialis: Kebutuhan Dokter di Indonesia di Bawah Standar WHO
Selain itu, WHO juga menjelaskan bahwa nama penyakit harus terdiri dari istilah deskriptif generik berdasarkan gejala yang ditimbulkan.
Mpox mulai menyebar di luar Afrika tengah dan barat, yang menjadi tempat endemiknya, pada Mei.
Hingga Sabtu (26/11), sebanyak 81.107 kasus mpox dan 55 kematian akibat penyakit itu di 110 negara dan wilayah telah dilaporkan ke WHO pada tahun ini, terutama pada pria yang berhubungan seks dengan pria.
Meskipun masih belum pasti penyebab utamanya, hewan pengerat tampaknya menjadi pembawa alami virus tersebut, kata WHO. [ANTARA]
Berita Terkait
-
Alasan Klinik Pintar Ekspansi ke Spesialis: Kebutuhan Dokter di Indonesia di Bawah Standar WHO
-
Studi FKM UI: Waspada Kenaikan Rawat Inap Pasien dari Ekonomi Rendah Hingga 70 Persen
-
26 Oktober diperingati sebagai hari apa?
-
Bolehkah Ikut Campur dalam Urusan KDRT Orang Lain? Bahaya Saksi Anak Laki-laki Bisa Jadi Pelaku di Masa Depan
-
Nyatakan Akan Segera Akhiri Status Pandemi, Legislator Dorong Pemerintah Konsultasi Pada WHO
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan