Suara.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan kejadian luar biasa atau KLB pada penyakit campak. Pasalnya, kasus campak ini sendiri sudah terjadi pada 34 kabupaten di Indonesia.
Informasi ini disampaikan langsung oleh Ketua Unit Kerja Koordinasi Penyakit Infeksi Tropik IDAI, DR Dr Anggraini Alam, SpA(K) dalam media briefing secara daring, Kamis (19/1/2023).
Dr Anggraini sendiri menyampaikan pernyataan langsung dari Kepala Biro Komunikasi Kemenkes RI, dr Siti Nadia Tarmizi yang menyebutkan, sudah ada 53 KLB di 34 kabupaten kata di 12 provinsi terhitung 18 Januari 2023.
“Saat ini sudah ada 53 KLB campak di 34 kabupaten kota di 12 provinsi data 18 Januari dari Siti Nadia Tarmizi, Kepala Biro Komunikasi di Kemenkes,” ungkap Dr Anggraini.
Terkait kasus campak sendiri, berdasarkan informasi dari Kepala Biro Komunikasi Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi, tercatat sebanyak 3.341 kasus di tahun 2022 hingga saat ini.
Meningkatnya kasus campak di Indonesia hingga ditetapkan menjadi KLB sendiri disebabkan karena angka vaksinasi yang kian menurun. Adanya penurunan vaksinasi campak ini membuat kasus naik, bahkan 32 kali lipat terhitung 2021-2022.
“Suspek campak mingguannya itu 52 minggu doi 2022 mengalami kenaikan 8 kali lipat dari 2021. Namun, berdasarkan konfirmasi uji laboratorium, ternyata kenaikannya itu mencapai 31 kali lipat dari 2021,” sambung Dr Anggraini.
Untuk itu, masyarakat diminta selalu waspada dengan berbagai gejala yang muncul. Dr Anggraini menuturkan, gejala yang muncul pada campak ini mengalami tiga fase, di antaranya sebagai berikut.
1. Stadium prodromal
Baca Juga: Cegah Campak dan Rubela, Anak Masuk Sekolah Kini Wajib Sudah Lakukan Imunisasi Wajib Lengkap
Yaitu kondisi pasien mengalami demam tinggi. Kondisi ini juga diikuti batuk dan pilek, serta muncul bercak merah pada kulit.
2. Stadium erupsi
Pada fase ini, tubuh mulai terlihat ruam. Biasanya, dimulai pada bagian belakang telinga, lalu menyebar ke lengan, badan, hingga seluruh tubuh lainnya.
3. Stadium konvalesen
Pada fase ini, gejala yang dialami mulai menghilang. Namun, ruap tersebut berubah menjadi makula hiperpigmentasi atau skuama.
Dr Anggraini berharap, pelaksanaan vaksinasi campak terus digalakkan demi mencegah banyaknya penularan penyakit satu ini. Alasan lain pentingnya proses penanganan campak karena penyakit satu ini jika dibiarkan dan alami komplikasi dapat menyebabkan kematian. Oleh sebab itu, penting adanya vaksinasi demi mencegah penularan campak.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
Terkini
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda