Suara.com - Menurunkan prevalensi perokok anak di Indonesia butuh bantuan perokok pasif untuk memperjuangkan haknya mendapatkan udara bersih. Apalagi meski tidak langsung menghisap rokok, kesehatan perokok pasif justru lebih terancam.
Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari mengatakan langkah ini perlu dilakukan, karena hingga saat ini negara belum hadir membentuk regulasi atau undang-undang terkait iklan rokok di baliho dan media sosial yang mudah terlihat anak dan pelajar.
Ditambah kesehatan perokok pasif juga jadi bencana tersembunyi, karena mereka bisa terserang penyakit seperti kanker paru, pneumonia, jantung dan stroke, padahal tidak menyesap rokok.
Perokok pasif yaitu mereka yang tidak menghisap rokok, tapi berada dekat dengan perokok aktif hingga menghirup asap rokok, lalu masuk ke dalam paru dan memengaruhi seluruh organ tubuhnya.
Ini terekam melalui hasil survei global penggunaan tembakau pada orang dewasa, yakni Global Adults Tobacco Survey atau GATS tahun 2021, dengan 9.156 responden, menunjukkan prevalensi perokok pasif tercatat 120 juta orang.
Di 2018 sebelumnya Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) juga menyebutkan, ada 40 juta balita menjadi korban perokok pasif.
"Dalam 10 tahun terakhir prevalensi perokok anak di Indonesia terus meningkat. Data Riskesdas 2018 menunjukkan perokok anak meningkat menjadi 9,1% atau 3,2 juta anak dan Bappenas mempredikasi pada 2030 perokok anak bisa mencapai 15,9 juta," ujar Lisda melalui keterangan yang diterima suara.com, Jumat (17/3/2023).
Tapi nahasnya, kata Lisda, temuan Lentera Anak dan U-Report UNICEF di 2022 menemukan meski sadar jadi perokok pasif, mayoritas responden atau sebesar 84,7% tidak menegur langsung para perokok aktif untuk berhenti merokok di depan mereka.
Adapun yang mereka lakukan hanya menutup hidung, menjauh dari asap rokok maupun perokok, dan bahkan diam saja meskipun mengetahui asap rokok berbahaya.
Baca Juga: Iklan Rokok Mendominasi Media Sosial, Emak-emak Khawatir Perokok Anak Makin Banyak
"Ini menunjukkan betapa perokok pasif tidak berdaya dan tidak bersuara untuk melindungi dirinya dari paparan asap rokok," tutur Lisda.
Padahal jejak pendapat tersebut menemukan, nyaris 100 persen atau tepatnya 97 persen responden mengaku terpapar asap rokok, yang artinya mereka jadi perokok pasif.
“Ini masalah serius mengingat rokok bersifat adiktif dan faktor resiko penyakit tidak menular, selain juga akan menjadi beban ekonomi dan mengancam kualitas SDM,” tutup Lisda.
Berita Terkait
Terpopuler
- Prabowo Disebut Ogah Pasang Badan untuk Jokowi Soal Ijazah Palsu, Benarkah?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Ketiga 13-19 Oktober 2025
- 5 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Kolagen untuk Hilangkan Kerutan, Murah Meriah Mudah Ditemukan
- 6 Hybrid Sunscreen untuk Mengatasi Flek Hitam di Usia Matang 40 Tahun
- 22 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 12 Oktober: Klaim Pemain 112-113 dan Jutaan Koin
Pilihan
-
Bikin Geger! Gunung Lawu Dilelang jadi Proyek Geothermal, ESDM: Sudah Kami Keluarkan!
-
Uang MBG Rp100 T Belum Cair, Tapi Sudah Dibalikin!, Menkeu Purbaya Bingung
-
6 Rekomendasi HP 2 Jutaan Kamera Terbaik Oktober 2025
-
Keuangan Mees Hilgers Boncos Akibat Absen di FC Twente dan Timnas Indonesia
-
6 Rekomendasi HP Murah Tahan Air dengan Sertifikat IP, Pilihan Terbaik Oktober 2025
Terkini
-
Kenapa Anak Muda Sekarang Banyak Terserang Vertigo? Ini Kata Dokter
-
Tips Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Menstruasi untuk Remaja Sehat dan Percaya Diri
-
Lagi Stres Kok Jadi Makan Berlebihan? Ini Penjelasan Psikolog Klinis
-
Otak Ternyata Bisa Meniru Emosi Orang, Hati-hati Anxiety Bisa Menular
-
National Hospital Surabaya Buktikan Masa Depan Medis Ada di Tangan AI!
-
Inovasi Bedah Robotik Pertama di Indonesia: Angkat Kanker Payudara Tanpa Hilangkan Bentuk Alami
-
Riset Ungkap Rahasia Bahagia: Bergerak 15 Menit Setiap Hari Bikin Mental Lebih Sehat
-
Mengembalikan Filosofi Pilates sebagai Olahraga yang Menyatukan Gerak, Napas, dan Ketenangan
-
Perawatan Mata Modern di Tengah Maraknya Gangguan Penglihatan
-
Terungkap! Ini Rahasia Otak Tetap Prima, Meski di Usia Lanjut