Suara.com - Nyamuk Bill Gates alias wolbachia akhir-akhir ini menjadi perbincangan di masyarakat. Namun, seiring dengan rencana pengembangan nyamuk wolbachia ini, banyak rumor yang beredar di masyarakat.
Pasalnya, dengan teknologi wolbachia ini diisukan akan menimbulkan penyakit, bahkan, membuat pandemi baru. Padahal nyamuk ini disebut memiliki teknologi yang diterapkan untuk mengurangi kasus demam berdarah atau alias DBD di Indonesia dengan memanfaatkan bakteri Wolbachia.
Tidak hanya itu, dengan teknologi wolbachia ini bahkan disebut dapat merubah gen dalam seseorang. Oleh sebab itu, adanya metode ini menuai banyak pro dan kontra di masyarakat. Namun, bagaimana fakta sebenarnya?
Mengutip akun Instagram Kementerian Kesehatan Ri @kemenkes_ri, berikut beberapa fakta yang harus diketahui mengenai metode wolbachia.
1. Cara kerja
Untuk metode satu ini, pada dasarnya berawal dari telur nyamuk aedes yang dimasukkan ke dalam bakteri wolbachia. Saat telur menetas, nantinya nyamuk aedes yang menetas akan menjadi jantan berwolbachia dan betina berwolbachia. Nyamuk ini yang akan membuat perkembangbiakan nyamuk wolbachia sehingga aedes yang sebabkan DBD berkurang.
2. Bukan rekayasa genetik
Metode ini juga bukan termasuk rekayasa genetik. Hal ini karena prosesnya dilakukan secara alami dari bakteri wolbachia. Oleh sebab itu, telur yang menetas secara alami mengandung bakteri wolbachia tanpa adanya manipulasi genetika.
3. Tidak sebabkan sakit
Baca Juga: Tantangan Memberantas Dengue Makin Berat, Begini Cara Penanganannya yang Tepat
Wolbachia sendiri merupakan bakteri alami pada serangga. Bakteri satu ini tidak dapat menginfeksi atau sebabkan manusia ataupun hewan menjadi sakit. Oleh sebab itu, metode ini dinilai aman untuk kesehatan manusia.
4. Menghambat virus dengue
Wolbachia pada nyamuk aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue. Dengan begitu, penularan kasus DBD semakin berkurang. Nyamuk yang ada juga tidak berbahaya karena virus dengue yang terhambat.
5. Menurunkan kasus DBD
Dalam studi yang telah dilaksanakan di Yogyakarta pada 2022, hasil metode ini dapat menurunkan sebanyak 77 persen kasus DBD dan 88 persen perawan di rumah sakit. Meski demikian, metode 3M untuk cegah DBD tetap harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Sepatu Lokal Senyaman Skechers, Tanpa Tali untuk Jalan Kaki Lansia
- 9 Sepatu Puma yang Diskon di Sports Station, Harga Mulai Rp300 Ribuan
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- 5 Sepatu New Balance yang Diskon 50% di Foot Locker Sambut Akhir Tahun
Pilihan
-
In This Economy: Banyolan Gen Z Hadapi Anomali Biaya Hidup di Sepanjang 2025
-
Ramalan Menkeu Purbaya soal IHSG Tembus 9.000 di Akhir Tahun Gagal Total
-
Tor Monitor! Ini Daftar Saham IPO Paling Gacor di 2025
-
Daftar Saham IPO Paling Boncos di 2025
-
4 HP Snapdragon Paling Murah Terbaru 2025 Mulai Harga 2 Jutaan, Cocok untuk Daily Driver
Terkini
-
Pakar Ungkap Cara Memilih Popok Bayi yang Sesuai dengan Fase Pertumbuhannya
-
Waspada Super Flu Subclade K, Siapa Kelompok Paling Rentan? Ini Kata Ahli
-
Asam Urat Bisa Datang Diam-Diam, Ini Manfaat Susu Kambing Etawa untuk Pencegahan
-
Kesehatan Gigi Keluarga, Investasi Kecil dengan Dampak Besar
-
Fakta Super Flu, Dipicu Virus Influenza A H3N2 'Meledak' Jangkit Jutaan Orang
-
Gigi Goyang Saat Dewasa? Waspada! Ini Bukan Sekadar Tanda Biasa, Tapi Peringatan Serius dari Tubuh
-
Bali Menguat sebagai Pusat Wellness Asia, Standar Global Kesehatan Kian Jadi Kebutuhan
-
Susu Creamy Ala Hokkaido Tanpa Drama Perut: Solusi Nikmat buat yang Intoleransi Laktosa
-
Tak Melambat di Usia Lanjut, Rahasia The Siu Siu yang Tetap Aktif dan Bergerak
-
Rahasia Sendi Kuat di Usia Muda: Ini Nutrisi Wajib yang Perlu Dikonsumsi Sekarang