Suara.com - Teknologi di dunia medis terus berkembang, termasuk dalam hal bedah jantung. Salah satu kemajuan teknologi yang signifikan adalah Minimally Invasive Cardiac Surgery (MICS) atau bedah jantung minimal invasif. Berbeda dengan operasi jantung terbuka tradisional yang menggunakan sayatan besar, bedah jantung minimal invasif dilakukan dengan sayatan yang lebih kecil dan teknik yang lebih canggih.
Mengutip dari laman Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, bedah jantung minimal invasif merupakan prosedur operasi dengan sayatan kecil yang dapat diterapkan pada berbagai operasi bedah jantung, meliputi bedah pintas arteri koroner jantung, bedah katup jantung, bedah kelainan kongenital jantung, bedah tumor jantung, dan gangguan irama jantung.
Saat ini, bedah jantung minim sayatan ini sudah mulai banyak digunakan di berbagai belahan dunia. Bahkan, pada beberapa sentral bedah jantung di Amerika, sebagian besar operasi jantung sudah menggunakan prosedur MICS.
Lalu, apa perbedaan antara bedah jantung minimal invasif dengan operasi jantung konvensional?
Menurut dr. Dicky Aligheri Wartono, Sp.BTKV(K) - dokter konsultan bedah toraks & kardiovaskular Heartology Cardiovascular Hospital, standarnya operasi jantung itu adalah operasi konvensional.
"Kita semua spesialis jantung, dari awal diajarin buka tengah (konvensional). Kalau misalnya sudah advance, dia boleh trainng lagi untuk minimal invasif," kata dr. Dicky saat ditemui Suara.com dalam acara Cardiac & Vascular Excellence Scientific Updates 2024 yang berlangsung Sabtu (1/6/2024).
Dibandingkan dengan operasi jantung konvensional, bedah jantung minimal invasif memiliki beberapa kelebihan. Di antaranya adalah sayatan yang lebih kecil, serta masa pemulihan yang lebih singkat.
"Minimal invasif itu (dilakukan) di samping, sayatannya cuma 3-4 cm, masa perawatannya lebih simpel, lebih pendek, recovery-nya lebih bagus," kata dr. Dicky.
Namun, problemnya, menurut dr. Dicky, ada pada harganya yang jauh lebih mahal dibandingkan operasi jantung konvensional.
"Karena untuk tiap lokasi perlu instrument set yang berbeda. Beda sama yang di tengah (konvensional), sama semuanya," kata dr. Dicky lagi.
Meski menawarkan banyak kelebihan, tak semua pasien penyakit jantung bisa memilih bedah yang satu ini. Hanya pasien yang memenuhi kriteria tertentu yang bisa melakukan bedah jantung minimal invasif. Dokter biasanya akan melihat jenis dan keparahan gangguan jantung yang dialami pasien, serta ukuran dan lokasi pembuluh darah koroner yang bermasalah.
"Misalnya, kalau pembuluh darah koroner masih bagus. Jadi jangan yang ancur-ancur banget kayak ada kencing manis itu. Biasa udah kalsifikasi, udah pengapuran. Atau yang tersumbat maksimal 3 lah, jangan sampai 5, 7, 8 sumbatan, kalau koroner. Kalau katup, kalau cuma satu katup, pasti kita bisa minimal invasif. Tapi karena pasien Indonesia kan datang dalam kondisi yang terlambat ya, bisa 2 katup, bahkan bisa 3 katup yang rusak. Kalau seperti itu, sangat tidak aman untuk minimal invasif," pungkas dr. Dicky.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
Terkini
-
Langkah Kecil, Dampak Besar: Edukasi SADARI Agar Perempuan Lebih Sadar Deteksi Dini Kanker Payudara
-
Ginjal Rusak Tanpa Gejala? Inovasi Baru Ini Bantu Deteksi Dini dengan Akurat!
-
Apotek Bisa Jadi Garda Depan Edukasi dan Deteksi Dini Stunting, Begini Perannya
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini