Suara.com - Kanker usus besar merupakan salah satu jenis kanker yang memiliki angka kejadian tinggi di dunia. Deteksi dini dapat menurunkan risiko terjadi kanker. Oleh karena itu, skrining kanker usus besar dianjurkan, terutama bagi Anda dengan riwayat keluarga penderita kanker.
Metode skrining yang menjadi standar emas adalah kolonoskopi, karena penyedia layanan kesehatan benar-benar dapat mengangkat polip yang ada di sel usus besar selama prosedur untuk menurunkan risiko kanker.
"Kolonoskopi memiliki beberapa keuntungan. Ini adalah layanan satu atap. Anda menjalani kolonoskopi, jika ada polip, kami akan mengangkatnya, dan selesai," kata Robert Schoen, MD, ahli gastroenterologi bersertifikat di UPMC dan profesor kedokteran di University of Pittsburgh.
Sebelum prosedur, pasien harus melakukan "persiapan usus" untuk membersihkan usus besar. Bagian yang tidak nyaman dari proses ini membuat beberapa orang enggan menjadwalkan kolonoskopi.
Penyedia layanan akan memasukkan tabung tipis dengan kamera kecil ke dalam anus pasien. Dalam prosedur ini mungkin memerlukan obat penenang selama prosedur yang mungkin tidak dapat bekerja selama satu hari.
Namun skrining ini memakan biaya yang cukup mahal sehingga pasien terutama berusia 45 tahun ke atas bisa berkonsultasi dengan penyedia layanan asuransi untuk biaya pengobatan.
Tes skrining berbasis tinja bisa menjadi alternatif yang baik untuk kolonoskopi karena pasien dapat melakukan tes ini di rumah tanpa melakukan persiapan usus.
Ada tiga jenis pemeriksaan berdasarkan tinja, yaitu tes DNA tinja (Cologuard), tes kekebalan tinja (FIT), dan tes darah okultisme tinja guaiac (FOBT).
Cologuard mendeteksi perubahan DNA yang terkait dengan polip atau tumor, sementara FIT dan FOBT mencari tanda-tanda darah tersembunyi yang dapat menandakan polip atau kanker kolorektal.
"Jika hasil tes tinja positif, Anda harus menjalani kolonoskopi lanjutan. Dan sayangnya, ada banyak kasus di mana orang memiliki hasil tes positif, tetapi tidak menjalani kolonoskopi, jadi itu seperti peluang yang hilang," kata Schoen, melansir Antara, Kamis (27/12/2025).
Tes tinja tidaklah sempurna. Tes ini dapat melewatkan polip dan harus diulang setiap satu hingga tiga tahun. Jika tidak melakukan kolonoskopi setelah hasil tes positif, maka pasien tidak akan mendapatkan manfaat penuh dari skrining dan pencegahan kanker.
Skrining kanker kolorektal lainnya dengan menjalani tes darah di klinik atau kantor dokter utama. Metode ini tidak diperlukan persiapan usus atau mengikuti diet khusus sebelum menjalani tes seperti yang di lakukan pada kolonoskopi.
"Ini dapat mengisi kekosongan praktis bagi orang-orang yang mungkin atau mungkin tidak bersedia menjalani kolonoskopi. Dan, sebagai manusia, Anda tidak dapat memberikan sampel tinja sesuai permintaan. Anda dapat dengan mudah melakukan [tes darah] di kantor perawatan primer Anda," jelas Pashtoon Kasi, MD , direktur medis GI Medical Oncology di City of Hope Orange County.
Tes darah menyediakan pilihan noninvasif bagi orang yang tidak ingin menjalani pemeriksaan kanker kolorektal. Namun, seperti tes tinja, hasil positif memerlukan kolonoskopi lanjutan.
"Tes darah "lebih baik daripada tidak sama sekali," tetapi masih belum sebaik tes tinja atau kolonoskopi. Tes darah hanya mendeteksi sekitar 12–13 persen polip stadium lanjut," imbuhnya.
Setiap tes memiliki kelebihan dan kekurangan. Pertimbangkan biaya, cakupan asuransi, dan seberapa sering harus mengulang setiap tes saat memutuskan tes mana yang tepat.
Penting untuk berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan Anda tentang pilihan pemeriksaan. Bergantung pada riwayat keluarga atau faktor risiko tertentu, Anda mungkin perlu memulai pemeriksaan sebelum usia yang direkomendasikan yaitu 45 tahun.
Berita Terkait
-
Digital Detox: Cara Sehat Menjaga Keseimbangan Hidup di Era Online
-
Remaja, Mental Health, dan Agama: Saat Dunia Bising, Iman Tempat Kembali
-
Sarankan Pakai AI, Purbaya Siapkan Rp 20 Triliun untuk Pemutihan BPJS Kesehatan
-
Wacana Pemutihan Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan, Apa Syaratnya?
-
Mikroplastik di Air Hujan Bisa Picu Stroke? Ini Penjelasan Lengkap BRIN dan Dinkes
Terpopuler
- Feri Amsari Singgung Pendidikan Gibran di Australia: Ijazah atau Cuma Sertifikat Bimbel?
- 7 Mobil Kecil Matic Murah untuk Keluarga Baru, Irit dan Perawatan Mudah
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan
-
Bikin Anak Jadi Percaya Diri: Pentingnya Ruang Eksplorasi di Era Digital