Health / Konsultasi
Kamis, 23 Oktober 2025 | 13:12 WIB
Ilustrasi Tanaman Herbal. (Google AI Studio)
Baca 10 detik
  • Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan Obat Modern Alami Integratif (OMAI) berkat kekayaan tanaman herbal, namun terkendala regulasi dan belum masuknya obat bahan alam ke Formularium Nasional JKN.
  • WHO mendorong penguatan bukti ilmiah dan regulasi pengobatan tradisional melalui Global Traditional Medicine Strategy 2025–2034.
  • Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) telah mengembangkan OMAI berbasis biodiversitas, termasuk dari cacing tanah, dan produknya telah diekspor ke berbagai negara.

Suara.com - Indonesia kaya akan tanaman herbal yang berpotensi menjadi Obat Modern Alami Integratif (OMAI) hingga bisa dimanfaatkan secara global. Lalu apa ya kendalanya?

Mengutip situs resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), WHO-IRCH Secretariat Pradeep Dua mengungkap adanya WHO Global Traditional Medicine Strategy 2025–2034 seputar pengelolaan pengobatan tradisional di dunia, di mana salah satunya berfokus pada regulasi.

"Regulasi ini tidak hanya membahas mengenai produk, melainkan juga mengatur masalah praktik dan praktisi pengobatan tradisional, komplementer, dan integratif," ujar Pradeep.

Inilah sebab sumber daya tanaman obat yang melimpah ini harus dibarengi dengan pembangunan produksi obat bahan alami ini berbasis bukti yang kuat untuk pengobatan tradisional, komplementer, dan integratif (traditional, complementary, and integrative medicine/TCIM), serta pengembangan peraturan yang tepat untuk keamanan dan efektivitas.

Inilah sebabnya International Regulatory Cooperation for Herbal Medicines (IRCH) Chair, Sungchol Kim dalam The 16th Annual Meeting of the WHO–IRCH, 14 Oktober 2025 mengajak dan mengingatkan pentingnya temuan obat bahan alami untuk benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.

Ilustrasi Tanaman Herbal. (Google AI Studio)

Kabar baiknya, kini Indonesia sudah memiliki laboratorium riset farmasi berbasis biodiversitas Indonesia untuk OMAI, melalui Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) yang pengembangannya sudah dimulai sejak 2005 lalu.

Salah satu hasil temuan yang menarik, Indonesia melalui DLBS sudah berhasil mengembangkan OMAI bukan hanya dari tanaman obat tapi juga hewan, seperti Dislof yang dikembangkan dari cacing tanah (Lumbricus rubellus) yang dapat membantu melancarkan sirkulasi darah.

"Banyak dokter spesialis saraf dan jantung juga telah meresepkan produk kami, karena sebagian besar fitofarmaka di sini diresepkan oleh dokter. Tidak hanya digunakan di Indonesia, tetapi juga diekspor ke beberapa negara ASEAN dan beberapa negara lainnya," ungkap Director of Business Development and Scientific Affairs PT Dexa Medica, Prof. Raymond Tjandrawinata di Cikarang, Jawa Barat melalui keterangannya, Kamis (16/10/2025).

DLBS mengintegrasikan teknologi 4.0 dalam setiap tahapan riset dan pengembangan produk, mulai dari penemuan bahan aktif berbasis Tandem Chemistry Bioassay System (T-CEBS) hingga pemantauan kualitas produk setelah diproduksi. Pengembangan produk OMAI sangat saintifik sehingga dapat dibuktikan secara klinis.

Baca Juga: Stevia Aman Gak Sih? BPOM sampai Guru Besar IPB Jawab Tudingan Picu Diabetes dan Kanker!

"Ketika kami masuk ke tahap uji klinis, kita perlu memiliki bukti ilmiah. Dengan pendekatan tersebut, akan lebih mudah memperoleh data yang baik pada fase klinis, dan berdasarkan pengalaman tersebut, jika desainnya baik mulai dari bahan baku aktif hingga produk jadi, maka produk herbal berbasis keanekaragaman hayati tidak kalah kualitasnya dibandingkan produk kimia," tambah Prof. Raymond.

Namun pengembangan Obat Bahan Alam mengalami beberapa tantangan. Salah satunya adalah belum masuknya Obat Bahan Alam dalam Formularium Nasional JKN karena terbentur Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 54 Tahun 2018 tentang Penyusunan dan Penerapan Formularium Nasional dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

Padahal, disampaikan Prof. Raymond, Ayuveda dan Unani Medicine digunakan dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional di India.

"Bahkan ada rumah sakit berbasis Unani dan Ayurveda di India, di China, Korea, di Jepang ada semua. Indonesia dengan biodiversitas alam nomor dua dunia, belum ada," kata Prof. Raymond.

Load More