- Penelitian internasional menunjukkan perubahan iklim menciptakan titik rawan baru global untuk memicu pandemi di masa depan.
- Kombinasi suhu panas, curah hujan ekstrem, dan kekeringan memicu pertemuan hewan dan penularan zoonosis ke manusia.
- Aktivitas manusia seperti deforestasi memperburuk risiko, dengan 9% daratan dunia kini berisiko sangat tinggi mengalami wabah.
Suara.com - Kalau kamu pikir drama pandemi udah selesai, siap-siap deh buat kabar yang lebih bikin merinding. Sebuah penelitian internasional baru saja membongkar fakta yang mengerikan: perubahan iklim yang lagi kita rasakan sekarang ternyata sedang menciptakan "sarang" atau titik-titik rawan baru di seluruh dunia, yang bisa memicu pandemi berikutnya!
Ini bukan lagi fiksi ilmiah. Para ilmuwan sudah punya datanya. Dan kesimpulan mereka cuma satu: kemunculan penyakit baru yang bisa menyebar secepat kilat itu bukan lagi pertanyaan "jika", tapi "kapan".
'Resep Bencana' yang Diciptakan Perubahan Iklim
Jadi, gimana ceritanya cuaca yang makin aneh bisa bikin virus baru muncul? Para peneliti menganalisis data wabah selama 45 tahun dan menemukan sebuah "resep bencana". Wilayah-wilayah di dunia yang mengalami kombinasi:
- Suhu yang lebih panas,
- Curah hujan yang meningkat drastis,
- Dan tekanan air tingkat sedang (sedikit kekeringan),
ternyata menjadi lokasi yang ideal bagi penyebaran penyakit dari hewan ke manusia (zoonosis). Kondisi cuaca yang tidak stabil ini memaksa hewan-hewan liar untuk berkumpul di sumber air yang terbatas, sehingga memperbesar peluang penularan virus di antara mereka, dan akhirnya "melompat" ke manusia.
'Peta Merah' Pandemi: Siapa Saja yang Paling Terancam?
Dengan menggunakan data satelit dan AI, para ilmuwan berhasil membuat "peta risiko" global. Hasilnya? Sekitar 9% daratan di bumi kini masuk dalam kategori risiko sangat tinggi mengalami wabah virus baru.
Kawasan yang paling rentan umumnya berada di belahan bumi selatan. Dan salah satu negara yang disebut punya "indeks risiko epidemi" terbesar adalah tetangga kita, Papua Nugini.
Bukan Cuma Salah Alam, tapi Juga Salah Kita!
Baca Juga: Lonjakan Kasus Flu di Perkotaan, Benarkah Dipicu Perubahan Iklim?
Yang bikin makin ngeri, faktor iklim ini diperparah oleh ulah kita sendiri. Aktivitas manusia seperti:
Deforestasi (penebangan hutan): Saat kita merusak "rumah" hewan liar, mereka terpaksa mencari tempat tinggal baru, dan sering kali tempat itu lebih dekat dengan pemukiman manusia.
Ekspansi Pertanian: Membuka lahan-lahan baru untuk pertanian juga membuat kita makin sering bersentuhan dengan spesies-spesies yang tadinya hidup jauh di dalam hutan.
Tanpa sadar, kita sebenarnya sedang mendekatkan diri pada "bom waktu" biologis yang selama ini tersimpan aman di alam liar.
Daftar 'Calon Pandemi' yang Diwaspadai WHO
Penelitian ini secara spesifik menyoroti sembilan penyakit zoonosis prioritas WHO yang punya potensi paling besar untuk jadi bencana kesehatan global berikutnya. Nama-namanya pun sudah nggak asing di telinga kita:
Berita Terkait
-
Pemerintah Dorong Keterlibatan Anak Menjaga Bumi Atasi Krisis Iklim
-
Saat 'Luka Bakar' Gambut Sumatra Selatan Coba Disembuhkan Lewat Solusi Alam
-
Eco-Anxiety Bukan Penyakit: Saat Kecemasan Iklim Menggerakkan Perubahan
-
Tamparan Keras di KTT Iklim: Bos Besar Lingkungan Dunia Sindir Para Pemimpin Dunia!
-
Gen Z dan Masyarakat Adat Ngamuk, Kepung KTT Iklim COP30 di Brasil: Apa Alasannya?
Terpopuler
- Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
- 5 Rekomendasi Bedak Two Way Cake untuk Kondangan, Tahan Lama Seharian
- 5 Rangkaian Skincare Murah untuk Ibu Rumah Tangga Atasi Flek Hitam, Mulai Rp8 Ribuan
- 5 Rekomendasi Sepatu Lari Selain Asics Nimbus untuk Daily Trainer yang Empuk
- 5 Powder Foundation Paling Bagus untuk Pekerja, Tak Perlu Bolak-balik Touch Up
Pilihan
-
OJK Lapor Bunga Kredit Perbankan Sudah Turun, Cek Rinciannya
-
Profil PT Abadi Lestari Indonesia (RLCO): Saham IPO, Keuangan, dan Prospek Bisnis
-
Profil Hans Patuwo, CEO Baru GOTO Pengganti Patrick Walujo
-
Potret Victor Hartono Bos Como 1907 Bawa 52 Orang ke Italia Nonton Juventus
-
10 City Car Bekas untuk Mengatasi Selap-Selip di Kemacetan bagi Pengguna Berbudget Rp70 Juta
Terkini
-
Kabar Baik Pengganti Transplantasi Jantung: Teknologi 'Heart Assist Device' Siap Hadir di Indonesia
-
Jennifer Coppen Ungkap Tantangan Rawat Kulit Sensitif Anaknya, Kini Lebih Selektif Pilih Skincare
-
Titiek Soeharto Klaim Ikan Laut Tidak Tercemar, Benarkah Demikian?
-
Bukan Cuma Kabut Asap, Kini Hujan di Jakarta Juga Bawa 'Racun' Mikroplastik
-
Terobosan Regeneratif Indonesia: Di Balik Sukses Prof. Deby Vinski Pimpin KTT Stem Cell Dunia 2025
-
Peran Sentral Psikolog Klinis di Tengah Meningkatnya Tantangan Kesehatan Mental di Indonesia
-
50 Persen Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Kenapa Gen X Paling Terancam?
-
Waduh! Studi Temukan Bukti Hewan Ternak Makan Sampah Plastik, Bahayanya Apa Buat Kita?
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!