News / Internasional
Kamis, 20 November 2025 | 11:50 WIB
Ilustrasi Hutan Amazon tempat masyarakat adat Brasil tinggal. (pixabay)
Baca 10 detik
  • KTT Iklim PBB ke-30 (COP30) di Belem, Brasil, diwarnai protes besar oleh ribuan aktivis muda dan masyarakat adat, menghentikan sementara jalannya perundingan.
  • Para aktivis menuntut pelibatan mereka dalam pengambilan keputusan mengenai masa depan iklim, menyoroti dominasi elite di meja perundingan.
  • Aksi juga menyoroti isu lokal seperti rencana komersialisasi Sungai Tapajos, sementara prediksi hasil KTT pesimis karena absennya pemain kunci seperti Amerika Serikat.

Suara.com - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim PBB ke-30 atau COP30 di Belem, Brasil, yang seharusnya jadi ajang para pemimpin dunia ngobrolin soal selamatkan planet, justru berubah jadi medan perang. Ribuan aktivis iklim, yang mayoritas adalah anak muda Gen Z dan masyarakat adat, mengamuk dan memblokade pintu masuk ke ruang perundingan!

Aksi nekat ini sempat bikin jalannya konferensi terhenti total. Pesan mereka cuma satu dan super nyelekit: jangan pernah lagi bicarakan masa depan kami, tanpa melibatkan kami.

Saat 'Pemilik Masa Depan' Menagih Janji

Ini adalah aksi protes iklim terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Setelah beberapa KTT sebelumnya digelar di negara-negara yang "anti-demo", COP30 di Brasil justru membuka ruang bagi suara publik. Dan hasilnya? Langsung meledak.

Para aktivis dari berbagai negara, termasuk dari jaringan Fridays for Future, datang dengan rasa frustrasi yang sudah memuncak.

“Generasi muda frustasi karena masa depan kami diputuskan tanpa melibatkan kami,” teriak Rachelle Junsay dari Climate Action Philippines.

Menurutnya, meja perundingan itu masih dikuasai oleh para elite yang hidupnya nyaman di "menara gading", jauh dari realita krisis iklim di lapangan. Sementara mereka yang paling merasakan dampaknya seperti masyarakat adat, petani, nelayan, dan anak muda justru tidak punya suara.

Perlawanan dari Jantung Amazon

Aksi ini juga jadi panggung bagi isu-isu lokal yang nggak kalah penting. Pemimpin organisasi pemuda Brasil, Ana Heloisa Alves, turun ke jalan membawa spanduk bertuliskan "Sungai ini untuk rakyat".

Baca Juga: Menteri Hanif: RI Naik Pangkat, Resmi Pimpin 'Gudang Karbon Raksasa' Dunia

Ini adalah bentuk perlawanan mereka terhadap rencana pemerintah Brasil yang mau mengkomersialisasi Sungai Tapajos, salah satu sungai paling vital di kawasan Amazon yang jadi rumah bagi banyak komunitas adat.

"Luar biasa. Kita tidak bisa menutup mata terhadap energi sebesar ini,” ujar Alves, menggambarkan semangat perlawanan yang membara.

Di Balik Aksi, Ada Pesimisme yang Mendalam

Di balik semua semangat dan amarah ini, sebenarnya ada rasa pesimisme yang mendalam terhadap hasil KTT itu sendiri. Banyak analis yang memprediksi tidak akan ada kesepakatan besar yang bakal lahir dari COP30.

Fokusnya diperkirakan cuma "mengulang kaset rusak": mendorong implementasi janji-janji lama yang belum ditepati, terutama soal dana bantuan iklim buat negara-negara miskin.

'Bos Besar' Absen, Ekspektasi Auto Anjlok

Load More