Suara.com - Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, memberikan pandangan strategis mengenai masa depan administrasi dan kebijakan budaya Indonesia dalam kuliah umum yang diselenggarakan di Universitas Gadjah Mada (UGM). Topik utama yang diangkat adalah isu-isu strategis terkait kebijakan budaya dan tantangan dalam pengelolaannya.
Dalam paparannya, Hilmar Farid menyoroti langkah-langkah yang telah diambil oleh pemerintah dalam melestarikan dan mengembangkan budaya nasional.
“Indonesia terus melakukan transformasi signifikan dalam administrasi kebudayaan, termasuk penerapan kebijakan desentralisasi melalui otonomi daerah serta penyederhanaan birokrasi. Salah satu contohnya adalah pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Museum dan Cagar Budaya yang diharapkan dapat meningkatkan fleksibilitas dan efisiensi pengelolaan kebudayaan di Indonesia. Transformasi ini penting untuk memastikan kebudayaan mampu bertahan dan berkembang, baik di tingkat nasional maupun internasional,” jelas Hilmar dalam keterangannya.
Kebijakan desentralisasi yang diatur melalui UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 23 Tahun 2014 ini memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam mengelola taman budaya, museum, dan pusat kesenian. Hilmar menekankan bahwa perubahan ini memungkinkan pengelolaan kebudayaan di setiap daerah lebih mandiri dan sesuai dengan kebutuhan lokal.
"Desentralisasi ini menjadi langkah penting guna memastikan kebudayaan tidak hanya dipertahankan, tetapi juga berkembang sesuai dengan dinamika masyarakat setempat," ujarnya.
Kebijakan ini, menurut Hilmar, sangat relevan di tengah keberagaman Indonesia, di mana setiap daerah memiliki kekhasan budayanya sendiri.
Selain desentralisasi, Hilmar juga menyoroti penyederhanaan birokrasi melalui UU No. 23 Tahun 2023 tentang ASN, yang mengarah pada pembentukan birokrasi yang lebih ramping dan profesional. Pemangkasan jabatan eselon 3 dan 4 menjadi langkah konkret untuk mengurangi hirarki yang kaku, beralih dari pendekatan New Public Management (NPM) yang menekankan efisiensi dan kinerja berbasis target, menuju New Public Service (NPS) yang lebih partisipatif dan berfokus pada pelayanan publik.
“Dalam kerangka NPS, pemerintah kini lebih berfokus pada peningkatan peran jabatan fungsional, yang memungkinkan aparatur negara untuk berkontribusi secara langsung dalam pencapaian hasil, bukan hanya memenuhi target administratif. Penyederhanaan ini tidak hanya meningkatkan efisiensi birokrasi, tetapi juga memperkuat keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, membuat proses lebih cepat, responsif, dan adaptif terhadap kebutuhan publik, termasuk di sektor kebudayaan,” jelas Hilmar.
Sebagai bagian dari reformasi kebudayaan, pembentukan BLU Museum dan Cagar Budaya telah mengelola 18 museum dan 34 situs cagar budaya di Indonesia.
Baca Juga: Mega Festival Indonesia Bertutur Dibuka, Dirjen Kebudayaan: Hargai Kebudayaan dan Keragaman Hayati!
"Dengan model BLU,pengelolaan kebudayaan Indonesia menjadi lebih modern, terukur, dan berorientasi pada hasil (outcome)," tambahnya.
Penerapan model ini diharapkan mampu mendorong efisiensi yang lebih tinggi dalam pengelolaan kebudayaan, sekaligus memberikan ruang bagi inovasi.
Lebih lanjut, Hilmar menjelaskan bahwa kebijakan kebudayaan di Indonesia juga telah mengadopsi norma-norma global yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 2017 dan Perpres No. 114 Tahun 2022 tentang Strategi Kebudayaan. Ia mengutip hasil Konferensi Mondiacult UNESCO 2022 yang menempatkan budaya sebagai "global public good".
Menurut Hilmar, pengakuan ini mendorong pentingnya peran Pemerintah dalam mendorong inovasi digital dan diplomasi budaya dalam memperluas akses publik terhadap kebudayaan.
Di tingkat nasional, norma-norma ini telah diterjemahkan menjadi kebijakan strategis yang melibatkan seluruh kementerian dan lembaga terkait dalam upaya memajukan kebudayaan.
Pada tingkat nasional, kebijakan ini diterjemahkan dalam Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (Raperpres), yang akan menjadi pedoman teknokratik bagi kementerian dan lembaga terkait.
Selain itu, program Pekan Kebudayaan Nasional juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam mempromosikan prinsip keberlanjutan dan partisipasi publik dalam pengelolaan budaya. Hilmar menambahkan bahwa program ini juga sejalan dengan visi untuk menjadikan kebudayaan sebagai salah satu pilar utama dalam pembangunan nasional.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Cara Edit Foto yang Lagi Viral: Ubah Fotomu Jadi Miniatur AI Keren Pakai Gemini
- Pemain Keturunan Rp 20,86 Miliar Hubungi Patrick Kluivert, Bersedia Bela Timnas Oktober Nanti
- Ramai Reshuffle Kabinet Prabowo, Anies Baswedan Bikin Heboh Curhat: Gak Kebagian...
Pilihan
-
Dugaan Korupsi BJB Ridwan Kamil: Lisa Mariana Ngaku Terima Duit, Sekalian Buat Modal Pilgup Jakarta?
-
Awas Boncos! 5 Trik Penipuan Online Ini Bikin Dompet Anak Muda Ludes Sekejap
-
Menkeu Purbaya Sebut Mulai Besok Dana Jumbo Rp200 Triliun Masuk ke Enam Bank
-
iPhone di Tangan, Cicilan di Pundak: Kenapa Gen Z Rela Ngutang Demi Gaya?
-
Purbaya Effect, Saham Bank RI Pestapora Hari Ini
Terkini
-
6 Pilihan Bedak Tabur yang Bikin Glowing Tahan Lama, Harga Terjangkau!
-
5 Sepatu Lari Lokal Pilihan untuk Daily Runmu!
-
5 Sepatu Running Harga Rp100 Ribuan: Lari Nyaman, Dompet Tetap Aman
-
Kesehatan Generasi Muda Terancam Dampak Buruk Boba dan Kopi Kekinian
-
Rahasia Koleksi Perhiasan Terbaru Happy Salma Terungkap!
-
5 Skincare Pencerah Wajah dalam 7 Hari yang Terdaftar BPOM, Murah, dan Aman
-
Apakah September Ada? Ini Cara Cek BSU BPJS Ketenagakerjaan Biar Siap Cair
-
Terpopuler: Jam Tangan hingga Cara Healing Unik Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa
-
6 Sifat Orang dengan Zodiak Pisces, Romantis tapi Mudah Terbawa Perasaan
-
Boleh Gak Sih Sering Gonta-ganti Skincare? Begini Penjelasan Dokter