- Model Tanah–Tangan–Tutur memandang budaya sebagai ekologi makna yang hidup melalui nilai tanah, praktik tangan, dan narasi tutur.
- Studi tenun ikat Sumba Timur menunjukkan bahwa ketiga unsur ini menjaga makna budaya agar tetap bertahan di tengah globalisasi.
- Laely meraih gelar Doktor Ilmu Komunikasi Unpad dengan IPK 4,0 dan predikat Summa Cum Laude berkat kontribusinya melalui model ini.
Suara.com - Warisan budaya Indonesia selama ini sering dipahami sebagai artefak pariwisata, sesuatu yang dipertunjukkan, dijual, atau dipamerkan.
Namun melalui gagasan Model Komunikasi Budaya Tanah–Tangan–Tutur, Laely Indah Lestari menghadirkan perspektif baru yang jauh lebih berakar: bahwa budaya bukan benda mati, tetapi ekologi makna yang hidup melalui hubungan manusia, ruang, dan memori kolektif.
Model ini lahir dari penelitian mendalam Laely mengenai ekosistem pariwisata tenun ikat Sumba Timur, sebuah ruang budaya yang kaya simbol, ritus, serta jejaring komunikasi antaraktor yang kompleks.
Ia menemukan bahwa keberlangsungan budaya sangat bergantung pada bagaimana nilai, tindakan, dan narasi bekerja bersama menjaga makna agar tidak terkikis oleh pasar dan globalisasi.
Dalam kerangka Tanah–Tangan–Tutur, tanah dipahami sebagai sumber nilai kosmologis. Ia bukan hanya tempat tinggal, tetapi ruang yang memberi identitas, cerita asal-usul, dan simbol-simbol yang melandasi praktik budaya.
Dalam tenun ikat Sumba Timur, tanah menjadi inspirasi motif sekaligus sumber legitimasi makna yang membuat tenun tidak sekadar indah, tetapi juga sakral bagi masyarakatnya.
Sementara tangan merepresentasikan tindakan budaya yang embodied. Di sinilah pengetahuan ditenun, bukan hanya secara metaforis, tetapi secara literal.
Tangan para penenun menjadi wadah pengetahuan turun-temurun—gerak, teknik, dan ritme yang diwariskan dari generasi ke generasi. Melalui tangan, nilai-nilai kosmologis diterjemahkan menjadi karya, menjadikan budaya sebagai aktivitas yang terus hidup, bukan sekadar memori.
Adapun tutur menjadi penghubung yang memastikan makna tidak hilang dalam perjalanan waktu. Tutur hadir dalam cerita tentang motif, dalam ritus adat, dalam percakapan antara penenun dan wisatawan, serta dalam peran media dan pemerintah yang ikut membentuk persepsi publik.
Baca Juga: Memperkuat Diplomasi Budaya, Indonesian Corner Dibuka di Islamabad
Di sinilah budaya menjadi narasi kolektif—ditafsirkan, dinegosiasikan, dan diperdebatkan, tetapi tetap dipertahankan sebagai identitas.
Melalui penelitian etnografisnya, Laely menunjukkan bahwa ketiga unsur ini tidak bisa dipisahkan. Ketika tanah, tangan, dan tutur mengalir dalam hubungan yang saling menghidupkan, budaya mampu bertahan di tengah tekanan ekonomi dan modernitas.
Namun ketika salah satu unsur melemah—ketika nilai-nilai tercerabut dari tanahnya, ketika tindakan budaya diperlakukan hanya sebagai komoditas, ketika tutur tidak lagi disuarakan—maka budaya perlahan kehilangan maknanya.
Model Tanah–Tangan–Tutur kemudian tidak hanya menjadi konsep akademis, melainkan tawaran strategis bagi pemerintah, akademisi, komunitas budaya, dan pelaku pariwisata.
Ia mengajak semua pihak untuk merumuskan strategi pelestarian budaya yang lebih etis dan berbasis nilai, menempatkan masyarakat adat sebagai subjek makna, bukan sekadar pemasok komoditas pariwisata.
Laely menegaskan bahwa keberlanjutan budaya menuntut kerangka komunikasi yang kuat—kerangka yang lahir dari warisan epistemologi lokal Nusantara sendiri.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 HP 5G Paling Murah di Bawah Rp 4 Juta, Investasi Terbaik untuk Gaming dan Streaming
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 29 November: Ada Rivaldo, Ribuan Gems, dan Kartu 110-115
- Bercak Darah di Pohon Jadi Saksi Bisu, Ini Kronologi Aktor Gary Iskak Tewas dalam Kecelakaan Maut
- 5 Shio Paling Beruntung Hari Ini Minggu 30 November 2025, Banjir Hoki di Akhir Bulan!
- 7 Rekomendasi Motor Paling Tangguh Terjang Banjir, Andalan saat Musim Hujan
Pilihan
-
Ironi di Kandang Sendiri: UMKM Wajib Sertifikasi Lengkap, Barang China Masuk Bebas?
-
Gubernur BI : Tiga Kunci Ini Bisa Bikin Indonesia Meroket di 2026, Apa Saja?
-
Darurat Tengah Malam? Ini Daftar Rumah Sakit & Puskesmas 24 Jam di Palembang
-
604 Orang Meninggal Dunia dalam Bencana Sumatera: Update Terkini
-
Jeritan Ojol di Uji Coba Malioboro: Jalan Kaki Demi Sesuap Nasi, Motor Terancam Hilang
Terkini
-
Berapa Langkah Kaki yang Ideal Setiap Hari agar Tubuh Tetap Sehat? Ini Penjelasannya
-
Terpopuler: Pusat Belanja Baru Tawarkan Promo Menarik, Shio Paling Beruntung Awal Desember
-
7 Parfum Murah untuk Usia 50-an yang Wanginya Segar dan Tahan Lama
-
5 Shio Banjir Keberuntungan di 2 Desember 2025, Kamu Termasuk Hoki?
-
7 Rekomendasi Lotion Anti Nyamuk Untuk Bayi, Aman Buat Kulit Sensitif
-
Menyelami Keindahan Tersembunyi: Intip Surga Alam di Taman Nasional Alas Purwo
-
Ketika Ratu Maxima Soroti Darurat Kesehatan Finansial Anak Muda Indonesia
-
7 Rekomendasi Sepatu Putih Wanita Paling Keren dan Elegan, Klasik dan Tak Lekang Waktu
-
Luna Maya Ungkap Sisi Berbeda di Film Suzzana Ketiga: Bukan Lagi Kisah Sundel Bolong
-
Festival Budaya Indonesia Hadir di Turki, Tampilkan Kekayaan Tradisi 2 Negara