News / Nasional
Jum'at, 07 Februari 2014 | 12:41 WIB
Lambang TNI AL

Suara.com - Jakarta, Pemerintah Singapura merasa prihatin atas keputusan pemerintah Indonesia yang akan menamakan salah satu Kapal Republik Indonesia (KRI) dengan nama pahlawan nasional Usman dan Harun.

Keprihatinan disampaikan karena Sersan Usman dan Kopral Harun sebagai prajurit KKO pernah meledakkan sebuah gedung di Singapura dan dihukum mati atas perbuatannya.

Menko Polhukam dan Jubir TNI AL telah menyikapi keprihatinan Singapura tersebut dengan tidak menanggapi karena merupakan intervensi kebijakan pemerintah Indonesia oleh Singapura.

Guru Besar Hukum Internasional FHUI Hikmahanto Juwana menilai pernyataan kedua pejabat sangat tepat dan patut diapresiasi.

Hikmahanto menambahkan dalam suatu peperangan, termasuk ketika Indonesia berkonfrontasi dengan Malaysia, tentu setiap negara yang menganggap prajuritnya meninggal secara heroik atas nama negara sebagai pahlawan.

Para prajurit ini ketika melakukan aksinya tidak bertindak atas namanya sendiri atau kelompok melainkan membawa nama negaranya.

Ketika para prajurit ini meninggal di medan pertempuran atau dikenai hukuman sebagai tawanan perang, termasuk hukuman mati, adalah hak dari negara si prajurit untuk menentukan apakah ia pahlawan atau tidak.

Para prajurit mengangkat senjata dan terkadang harus melakukan "pembunuhan" karena negaranya sedang berperang.

Memang bisa saja pihak yang menang perang akan menganggap prajurit yang kalah perang sebagai pecundang atau pelaku kejahatan internasional.

Di Jepang, PM Shinzo Abe dikritik oleh China dan Korea Selatan karena mengunjungi Yasukuni Shrine sebagai tempat para tokoh militer Perang Dunia II.

"Ini karena China dan Korsel melabel para petinggi militer tersebut sebagai penjahat perang, namun PM Abe menganggap mereka sebagai pahlawan," kata Hikmahanto.

Hikmahanto mengatakan kalau saja keprihatinan Singapura didengar dan pemerintah Indonesia mengubah kebijakannya, maka nama-nama seperti Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, I Gusti Ngurah Rai dan banyak lagi tidak boleh digunakan sebagai nama Universitas atau Bandara di Indonesia. Ini karena mungkin Belanda akan tersinggung dan memiliki keprihatinan.

Menurut Hikmahanto tidak sepantasnya Singapura sebagai negara mempermasalahkan urusan dalam negeri Indonesia. Ini bertentangan dengan prinsip non-intervensi yang termaktub dalam Piagam PBB dan Piagam ASEAN.

Pengungkapan keprihatinan Singapura justru berpotensi merusak hubungan baik antar kedua negara, demikian dikatakan Hikmahanto.

Tag

Load More