Suara.com - Seorang ilmuwan Jepang yang bekerja di pusat penelitian stem cell tewas bunuh diri. Menurut keterangan pejabat pemerintahan, sang ilmuwan mengakhiri nyawanya sendiri akibat stres dan kelelahan yang menderanya selama berbulan-bulan.
Ilmuwan tersebut bernama Yoshiki Sasai. Sasai adalah salah satu peneliti yang tengah mengerjakan penelitian teknologi penyembuhan sel-sel tubuh yang rusak, bahkan menumbuhkan organ tubuh manusia yang baru.
Jenazah Sasai ditemukan Selasa (5/8/2014) pagi di institut Riken, Kobe, Jepang. Institut itu adalah tempat Sasai bekerja selama ini.
"Sudah dikonfirmasi bahwa itu adalah bunuh diri," kata seorang juru bicara polisi. "Ia tewas dengan menggantung diri," lanjut si juru bicara.
Menurut juru bicara institut Riken, Satoru Kagaya, ilmuwan berusia 52 tahun itu dirawat ke rumah sakit pada bulan Maret lalu. Setelah itu, Sasai menjadi lebih menutup diri dari media pemberitaan terkait kontroversi penelitian timnya. Kagaya menambahkan, Sasai terdengar "sangat lelah" ketika berbicara dengan dirinya melalui telepon sekitar bulan Mei atau Juni lalu.
Sebagai wakil direktur Pusat Pengembangan Biologi di Riken, Sasai menjadi pengawas penulis Haruko Obokata, yang sempat menggegerkan dunia biologi molekuler saat tulisannya dipublikasikan di jurnal ilmiah Inggris, Nature, bulan Januari silam. Tulisan itu dicabut setelah memunculkan kontroversi selama berbulan-bulan dan dimuat di laman depan surat kabar Jepang.
Yang memicu kontroversi adalah temuan Sasai dan timnya tersebut. Dalam jurnal tersebut, Sasai, Obokata, dan timnya mengungkap cara yang sangat mudah untuk memprogram ulang sel hewan dewasa menjadi keadaannya saat embrio. Dengan demikian, sel-sel tersebut dapat dibangun menjadi berbagai jenis sel.
Namun, pertanyaan kemudian mulai bermunculan terkait kebenaran dari riset Sasai dan kawan-kawan. Pasalnya, ilmuwan lain tidak bisa melakukan replikasi sel seperti yang diklaim oleh Sasai dan koleganya. Belakangan, setelah melakukan penyelidikan, institut Riken mengungkap bahwa Obokata, rekan peneliti Sasai, melakukan aksi plagiarisme, bahkan mengarang-ngarang sendiri isi jurnal tersebut. Akibatnya, kredibilitas dunia ilmu pengetahuan Jepang pun dipertanyakan.
Setelah bersusah payah melawan klaim yang dikeluarkan Riken, Obokata akhirnya sepakat untuk mencabut makalah tersebut dari jurnal Nature. Kendati makalah itu dicabut, Sasai masih yakin bahwa hasil penelitiannya yang disebut Stimulus-Triggered Acquisition of Pluripotency, atau sel STAP benar-benar bisa terwujud.
Obokata mengaku syok dengan keputusan Sasai untuk bunuh diri. Sasai meninggalkan lima pesan kematian, dua di antaranya ditujukan kepada pejabat senior Riken. Kagaya, si juru bicara Riken menolak mengungkap isi dari surat tersebut. Ia juga tidak mau menyebutkan kepada siapa tiga surat lainnya ditujukan. (Reuters)
Berita Terkait
-
Kasus Kematian Janggal Arya Daru, Komisi III DPR Desak Polisi Buka Kembali Penyelidikan
-
Siswi 13 Tahun Tewas Gantung Diri di Cipayung, Polisi Dalami Dugaan Bullying
-
Ibu dan 2 Anak Tewas di Bandung, KPAI: Peringatan Serius Rapuhnya Perlindungan Keluarga
-
Kasus Prada Lucy dan Diplomat Arya Daru, Connie: Kenapa Selalu Dibumbui Narasi Hubungan Menyimpang?
-
Kasus Tewasnya Encuy Preman Pensiun, Polisi Sita Sarung dan Gantungan Baju
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
Terkini
-
MBG Kembali Racuni Ratusan Anak, Prof Zubairi Djoerban: Alarm Keras Bagi Pemerintah untuk Evaluasi!
-
Menkeu Purbaya Curhat Pendapatannya Turun Jadi Menteri, Ternyata Segini Gajinya Dulu
-
'Bukan Cari Cuan', Ini Klaim Penggugat Ijazah Gibran yang Tuntut Kompensasi Rp125 Triliun ke Wapres
-
Belum Dibebaskan usai Ajukan Penangguhan, Polisi Ngotot Tahan Delpedro Marhaen dkk, Apa Dalihnya?
-
Tunjangan Perumahan Anggota DPRD DKI Rp70 Juta Diprotes, Nantinya Bakal Diseragamkan se-Indonesia
-
Pemerintah Beri Jawaban Tegas Soal Usulan Ganti MBG Dengan Pemberian Uang ke Ortu, Apa Katanya?
-
Bahlil Sebut Swasta Setuju Impor BBM Lewat Pertamina, Syaratnya Sama-Sama Cengli
-
Viral Wahyudin Anggota DPRD Gorontalo Ngaku Jalan-Jalan Pakai Uang Negara: Kita Rampok Saja!
-
Lawan Arah Pakai Strobo, Heboh Sopir Pajero D 135 DI Dicegat Pemobil Lain: Ayo Lho Gue Viralin!
-
Tundukkan Kepala! Istana Minta Maaf Atas Tragedi Keracunan MBG, Janji Dapur Program Diaudit Total