Suara.com - Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan menilai aborsi bukan pilihan wajib menyusul dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang melegalkan praktik aborsi bagi perempuan korban pemerkosaan.
"Sebetulnya aborsi itu bukan pilihan wajib, tetapi pilihan alternatif, jadi ada juga korban yang mau meneruskan kehamilannya, tidak semua mau menggugurkan kandungannya," kata Asisten Koordinasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan Safitri Andriani usai diskusi yang bertajuk "Mendorong Agenda Prolegnas Pro-Perempuan 2014-2019," di Jakarta, Rabu.
Menurut Safitri, secara substansi PP Kesehatan Reproduksi belum sepenuhnya memenuhi unsur-unsur perempuan sebagai korban karena ada beberapa pasal yang bisa menjadi celah.
"Apakah melegalkan aborsi itu justru melegalkan kekerasan terhadap perempuan," katanya.
Fakta di lapangan, lanjut dia, belum banyak orang yang melakukan aborsi karena faktor norma agama. Namun dari konteks kesehatan bisa melindungi bayi.
"Salah satunya yang di bawah umur, itu kan rentan dengan kematian dan tidak siap jadi orang tua," katanya.
Safitri mengatakan seharusnya dilakukan pengawasan dari semua pihak agar kelonggaran dalam PP tersebut tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak seharusnya berhak, seperti pelaku seks bebas dan hasil hubungan gelap.
"Kita harus saling mengingatkan apakah ini sudah sesuai, melindungi atau justru mendiskriminasi perempuan," katanya.
Dia menilai harus ada koordinasi dengan Kementerian Agama serta lintas sektoral dalam pelaksanaan PP Kesehatan Reproduksi tersebut.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang melegalkan tindakan aborsi pada korban kekerasan seksual.
Menurut Menkes Nafisah Mboi, PP Kesehatan Reproduksi tersebut bertujuan untuk memberikan hak kesehatan perempuan korban pemerkosaan yang kerap menerima beban ganda, yakni sebagai korban kekerasan seksual dan harus menghidupi anak yang dilahirkan.
Namun, PP tersebut dinilai kontroversial karena bertentangan dengan aturan agama tertentu yang melarang aborsi karena menghalangi hak hidup seorang manusia. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Nasib 8 ABK di Ujung Tanduk, Kapal Terbakar di Lampung, Tim SAR Sisir Lautan
-
30 Tahun Jadi TPS, Lahan Tiba-tiba Diklaim Pribadi, Warga Pondok Kelapa 'Ngamuk' Robohkan Pagar
-
Baju Basah Demi Sekolah, Curhat Pilu Siswa Nias Seberangi Sungai Deras di Depan Wapres Gibran
-
Mubes NU Tegaskan Konflik Internal Tanpa Campur Pemerintah, Isu Daftarkan SK ke Kemenkum Mencuat
-
Jabotabek Mulai Ditinggalkan, Setengah Juta Kendaraan 'Eksodus' H-5 Natal
-
Mubes Warga NU Keluarkan 9 Rekomendasi: Percepat Muktamar Hingga Kembalikan Tambang ke Negara
-
BNI Bersama BUMN Peduli Hadir Cepat Salurkan Bantuan Nyata bagi Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Relawan BNI Bergabung dalam Aksi BUMN Peduli, Dukung Pemulihan Warga Terdampak Bencana di Aceh
-
Pakar Tolak Keras Gagasan 'Maut' Bahlil: Koalisi Permanen Lumpuhkan Demokrasi!
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU