Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memanggil mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi, Rabu (10/12/2014). Kali ini, Laksamana dimintai keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi terkait Surat Keterangan Lunas penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
"Dimintai keterangan terkait masalah pemberian surat keterangan lunas (SKL) BLBI dan juga diminta melengkapi informasi masalah SKL nya dan juga obligor Sjamsul Nursalim," kata Laksamana usai keluar dari gedung KPK. Ia diperiksa sekitar delapan jam.
"Kebijakannya kita jelaskan, Bahwa memang ini dari Tap MPR lalu ada UU Nomor 25 mengenai Propenas tahun 2000 dan juga Tap MPR Nomor 10 Tahun 2001, terus ada inpres Nomor 8 tahun 2002 yang semuanya adalah out of courts Settlement (penyelesaian di luar pengadilan) kita mendalami banyak hal terutama proses pemberian SKL tersebut," Laksamana menambahkan.
Laksamana diperiksa karena ia disinyalir menjadi salah satu orang yang turut memberikan masukan kepada (mantan) Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menerbitkan SKL.
Dalam mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional berdasarkan Inpres No 8 Tahun 2002, selain disinyalir mendapat masukan dari Laksamana, waktu itu Megawati juga mendapatkan masukan dari (mantan) Menteri Keuangan Boediono dan (mantan) Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjaradjakti.
Pada kasus BLBI, surat keterangan lunas tersebut menjadi dasar bagi Kejaksaan Agung untuk menghentikan penyidikan (Surat Perintah Penghentian Penyidikan/SP3) terhadap sejumlah pengutang. Salah satunya adalah pengusaha Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (ketika itu), yang dihentikan penyidikannya pada Juli 2004.
Tercatat beberapa nama konglomerat, seperti The Nin King dan Bob Hasan, juga mendapatkan SKL dan sekaligus release and discharge dari pemerintah.
Dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan, dari dana BLBI sebesar Rp144,5 triliun yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, sebanyak Rp138,4 triliun dinyatakan merugikan negara.
Sedangkan dalam audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan terhadap 42 bank penerima BLBI menemukan penyimpangan sebesar Rp54,5 triliun. Sebanyak Rp53,4 triliun merupakan penyimpangan berindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Dana Operasional Gubernur Jabar Rp28,8 Miliar Jadi Sorotan
- Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Praktisi Hukum Minta Publik Berhati-hati
- Prabowo Dikabarkan Kirim Surat ke DPR untuk Ganti Kapolri Listyo Sigit
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
- Tutorial Bikin Foto di Lift Jadi Realistis Pakai Gemini AI yang Viral, Prompt Siap Pakai
Pilihan
-
Adu Kekayaan Komjen Suyudi Ario Seto dan Komjen Dedi Prasetyo, 2 Calon Kapolri Baru Pilihan Prabowo
-
5 Transfer Pemain yang Tak Pernah Diduga Tapi Terjadi di Indonesia
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
Terkini
-
Tewas usai Dicabuli, Jejak Pembunuh Mayat Bocah dalam Karung Terungkap Berkat Anjing Pelacak!
-
Harus Ada TPA Terpadu di PIK usai Ada Sanksi dari KLHK
-
Ganti Kapolri Tak Cukup! Presiden Prabowo Didesak Rombak Total UU Kepolisian
-
Langit Madinah Mencekam, Diduga Rudal Houthi Dicegat Pertahanan Arab Saudi
-
Aktivis 98 Gagas 'Warga Peduli Warga', Bagikan Ribuan Sembako ke Ojol dan Warga Rentan Jakarta
-
Viral Detik-Detik Truk Gas Meledak: 8 Orang Tewas Terpanggang, Puluhan Kritis
-
Suyudi-Dedi Prasetyo Calon Kuat, Seabrek 'Dosa' Era Kapolri Listyo Mesti Ditanggung Penerusnya!
-
Tiga Mahasiswa Dinyatakan Hilang, Polda Metro Jaya Buka Posko Pengaduan
-
Isu Listyo Sigit Diganti, ISESS Warning Keras: Jangan Pilih Kapolri dengan Masa Jabatan Panjang
-
'Ganti Kapolri' Trending, Data INDEF Ungkap Badai Kemarahan Publik di X dan TikTok, Ini Datanya