News / Nasional
Senin, 03 November 2025 | 15:46 WIB
Ahli media sosial, Ismail Fahmi. (tangkap layar)
Baca 10 detik
  • Agenda sidang kali ini berfokus pada pendengaran keterangan saksi dan ahli, termasuk ahli media sosial, Ismail Fahmi.
  • MKD juga menampilkan beberapa potongan video terkait aksi anggota DPR yang diduga memicu emosi publik.
  • Fahmi mengatakan hoaks disinformasi itu menyebar dengan sangat cepat.

Suara.com - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI hari ini melanjutkan sidang kasus lima anggota DPR nonaktif yang dinilai sebagai pemicu emosi masyarakat hingga berujung pada demonstrasi dan kericuhan pada akhir Agustus 2025 lalu.

Kelima anggota DPR yang disidangkan adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach (NasDem), Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) dan Surya Utama (Uya Kuya) (PAN), serta Adies Kadir (Golkar).

Agenda sidang kali ini berfokus pada pendengaran keterangan saksi dan ahli, termasuk ahli media sosial, Ismail Fahmi.

Dalam kesaksiannya, Fahmi menjelaskan bahwa narasi yang beredar di masyarakat mengenai aksi-aksi anggota DPR tersebut dirancang untuk membentuk persepsi yang bias.

“Kita tahu literasi digital masyarakat kita tuh masih sangat lemah, sehingga ketika dikasih informasi entah itu benar atau salah sulit buat mereka untuk melakukan verifikasi,” kata Fahmi dalam sidang di ruang MKD, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/10/2025).

Dalam persidangan, MKD juga menampilkan beberapa potongan video terkait aksi anggota DPR yang diduga memicu emosi publik.

Fahmi menyoroti bahwa ketika potongan video tersebut beredar dengan narasi yang telah dibelokkan, respons dari pihak DPR justru lambat, sehingga membentuk persepsi negatif di masyarakat.

“Hoaks, disinformasi itu menyebar dengan sangat cepat, ibaratnya kalau kita mobil itu naik mobil Ferrari, tapi klarifikasinya sering disampaikan dengan cara yang kering karena itu isinya kebenaran, harus mengikuti aturan tertentu bahwa oke faktanya seperti ini dan yang lainnya, ini seperti naik mobil, mohon maaf, Avanza gitu,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Fahmi menerangkan fenomena "context collapse" di media sosial.

Baca Juga: Gerindra Bergerak: Status Rahayu Saraswati di DPR Ditentukan Ulang?

Kolase foto Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir. [Ist]

Ia menyebut, potongan-potongan video yang viral tersebut merupakan hasil dari context collapse yang tidak sesuai dengan konteks aslinya.

“Tadi video yang terakhir sebetulnya sudah agak benar cuma narasinya agak beda. Videonya lengkap, anggota dewan karena memang lagi ada musik, ikut menghargai, ikut dancing,” ujarnya.

“Ketika itu disajikan dengan konteks yang lain, dengan narasi yang lain, ‘Lihat, anggota dewan joget-joget karena gajinya naik.’ Nah, ini namanya ada dua konteks yang berbeda, satu gaji naik, satu lagi karena joget, ketika disambungkan itu collapse, saling numpuk," sambungnya.

Untuk diketahui, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI hari ini resmi memulai sidang pendahuluan terkait dugaan pelanggaran etik yang melibatkan sejumlah anggota DPR RI nonaktif.

Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, memimpin langsung sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum tersebut.

Sidang kali ini agendanya adalah mendengarkan keterangan saksi dan ahli terkait perkara dugaan pelanggaraan etik para anggota DPR RI nonaktif.

Load More