Menlu Retno Lestari Priansari Marsudi di Kantor Kemenlu Jakarta, Selasa (17/2). (Antara)
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pemerintah Indonesia masih menunggu jawaban dari Arab Saudi terkait nota protes atas pelaksanaan hukuman mati dua WNI tanpa notifikasi terlebih dulu terkait kepastian waktu dan tempat.
"Ada dua hal yang perlu kita tekankan, yang pertama kita menghormati penegakan hukum di Arab Saudi, dan yang kedua kita juga mengharapkan Arab Saudi dan negara lain untuk menghormati hak-hak warga negara kita, antara lain pemberian notifikasi sebelum dilaksanakannya eksekusi," kata Retno di Jakarta, Jumat (17/4/2015)
"Itu yang kita sampaikan kepada dubes Arab Saudi dan beliau mengatakan seharusnya notifikasi itu ada. Karena itu, sekarang kita menunggu jawaban dari Riyadh," lanjut dia.
Pada Kamis malam, Kementerian Luar Negeri kembali memanggil Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Syekh Mustafa Ibrahim Al Mubarak untuk menyampaikan protes atas eksekusi mati WNI Karni binti Medi Tarsim tanpa pemberitahuan terlebih dulu.
Karni binti Medi Tarsim dieksekusi mati pada Kamis (16/4) pukul 10.00 waktu setempat, padahal satu hari sebelumnya pihak Konsulat Jenderal RI di Jeddah baru saja mengunjunginya di penjara Madinah.
Sebelumnya, Kemlu juga telah memanggil dubes Arab Saudi terkait pelaksanaan eksekusi Siti Zainab pada Selasa (14/4) tanpa adanya notifikasi terlebih dahulu seperti lazimnya etika diplomatik internasional.
Retno menegaskan pentingnya notifikasi terkait pelaksanaan hukuman mati karena hukum di Arab Saudi sangat berbeda dengan di Indonesia, di mana pemberian maaf dari ahli waris dapat membebaskan terpidana dari eksekusi.
"Jika kita diberi tahu terlebih dulu kapan dan di mana pelaksanaannya, kita bisa melakukan pendekatan-pendekatan lagi kepada pihak ahli waris yang mungkin akan berubah pikiran di saat-saat terakhir," ujar dia.
Terlebih lagi, Retno menambahkan, notifikasi sebelum eksekusi juga akan memberikan kesempatan bagi pihak keluarga maupun perwakilan RI untuk bertemu terakhir kali dengan terpidana.
Dalam kesempatan tersebut, Retno juga menegaskan bahwa pemerintah dan pihak keluarga, baik Karni maupun Siti Zainab, telah mengetahui bahwa kedua WNI tersebut berada dalam kondisi menghadapi hukuman mati, namun tidak menyangka eksekusi akan dilakukan tanpa adanya notifikasi.
"Padahal Konjen RI di Jeddah telah menyebar stafnya untuk memonitor dua penjara tempat kedua WNI ditahan, di Madinah dan Yanbu, untuk mencari informasi pelaksanaan eksekusi dan mereka juga tidak memperolehnya," kata dia.
Menlu Retno mencatat lebih dari 33 kali pertemuan dengan pihak ahli waris telah dilakukan oleh pihak Konjen, KBRI dan di antaranya bersama anggota keluarga terpidana untuk meminta pemaafan bagi Karni, namun selalu ditolak.
Sementara melalui jalur diplomatik, tiga surat dari presiden, yakni dua oleh Presiden Yudhoyono dan satu oleh Presiden Jokowi, telah dikirimkan kepada raja Arab Saudi untuk membantu proses hukum bagi Karni.
"Hasilnya vonis yang dijatuhkan pada 2013 tersebut telah ditunda sehingga kita bisa melakukan berbagai upaya untuk membebaskan Ibu Siti Zainab dan Karni," kata dia. (Antara)
"Ada dua hal yang perlu kita tekankan, yang pertama kita menghormati penegakan hukum di Arab Saudi, dan yang kedua kita juga mengharapkan Arab Saudi dan negara lain untuk menghormati hak-hak warga negara kita, antara lain pemberian notifikasi sebelum dilaksanakannya eksekusi," kata Retno di Jakarta, Jumat (17/4/2015)
"Itu yang kita sampaikan kepada dubes Arab Saudi dan beliau mengatakan seharusnya notifikasi itu ada. Karena itu, sekarang kita menunggu jawaban dari Riyadh," lanjut dia.
Pada Kamis malam, Kementerian Luar Negeri kembali memanggil Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Syekh Mustafa Ibrahim Al Mubarak untuk menyampaikan protes atas eksekusi mati WNI Karni binti Medi Tarsim tanpa pemberitahuan terlebih dulu.
Karni binti Medi Tarsim dieksekusi mati pada Kamis (16/4) pukul 10.00 waktu setempat, padahal satu hari sebelumnya pihak Konsulat Jenderal RI di Jeddah baru saja mengunjunginya di penjara Madinah.
Sebelumnya, Kemlu juga telah memanggil dubes Arab Saudi terkait pelaksanaan eksekusi Siti Zainab pada Selasa (14/4) tanpa adanya notifikasi terlebih dahulu seperti lazimnya etika diplomatik internasional.
Retno menegaskan pentingnya notifikasi terkait pelaksanaan hukuman mati karena hukum di Arab Saudi sangat berbeda dengan di Indonesia, di mana pemberian maaf dari ahli waris dapat membebaskan terpidana dari eksekusi.
"Jika kita diberi tahu terlebih dulu kapan dan di mana pelaksanaannya, kita bisa melakukan pendekatan-pendekatan lagi kepada pihak ahli waris yang mungkin akan berubah pikiran di saat-saat terakhir," ujar dia.
Terlebih lagi, Retno menambahkan, notifikasi sebelum eksekusi juga akan memberikan kesempatan bagi pihak keluarga maupun perwakilan RI untuk bertemu terakhir kali dengan terpidana.
Dalam kesempatan tersebut, Retno juga menegaskan bahwa pemerintah dan pihak keluarga, baik Karni maupun Siti Zainab, telah mengetahui bahwa kedua WNI tersebut berada dalam kondisi menghadapi hukuman mati, namun tidak menyangka eksekusi akan dilakukan tanpa adanya notifikasi.
"Padahal Konjen RI di Jeddah telah menyebar stafnya untuk memonitor dua penjara tempat kedua WNI ditahan, di Madinah dan Yanbu, untuk mencari informasi pelaksanaan eksekusi dan mereka juga tidak memperolehnya," kata dia.
Menlu Retno mencatat lebih dari 33 kali pertemuan dengan pihak ahli waris telah dilakukan oleh pihak Konjen, KBRI dan di antaranya bersama anggota keluarga terpidana untuk meminta pemaafan bagi Karni, namun selalu ditolak.
Sementara melalui jalur diplomatik, tiga surat dari presiden, yakni dua oleh Presiden Yudhoyono dan satu oleh Presiden Jokowi, telah dikirimkan kepada raja Arab Saudi untuk membantu proses hukum bagi Karni.
"Hasilnya vonis yang dijatuhkan pada 2013 tersebut telah ditunda sehingga kita bisa melakukan berbagai upaya untuk membebaskan Ibu Siti Zainab dan Karni," kata dia. (Antara)
Tag
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott, Belum Kering Tangis Timnas Indonesia
- Pondok Pesantren Lirboyo Disorot Usai Kasus Trans 7, Ini Deretan Tokoh Jebolannya
- Pengamat Pendidikan Sebut Keputusan Gubernur Banten Nonaktifkan Kepsek SMAN 1 Cimarga 'Blunder'
- Biodata dan Pendidikan Gubernur Banten: Nonaktifkan Kepsek SMA 1 Cimarga usai Pukul Siswa Perokok
- 6 Shio Paling Beruntung Kamis 16 Oktober 2025, Kamu Termasuk?
Pilihan
-
Patrick Kluivert Bongkar Cerita Makan Malam Terakhir Bersama Sebelum Dipecat
-
Dear PSSI! Ini 3 Pelatih Keturunan Indonesia yang Bisa Gantikan Patrick Kluivert
-
Proyek Sampah jadi Energi RI jadi Rebutan Global, Rosan: 107 Investor Sudah Daftar
-
Asus Hadirkan Revolusi Gaming Genggam Lewat ROG Xbox Ally, Sudah Bisa Dibeli Sekarang!
-
IHSG Rebound Fantastis di Sesi Pertama 16 Oktober 2025, Tembus Level 8.125
Terkini
-
Vonis Salah 11 Warga Adat Maba Sangaji, Jatam: Polisi Jadi Tangan Perusahaan Tambang
-
Efek Ammar Zoni: DPR Siap-siap Bentuk Panja Khusus Bongkar Borok Lapas
-
Presiden Prabowo Bolehkan WNA Pimpin BUMN, KPK: Wajib Setor LHKPN!
-
Pramono Anung Bakal 'Sulap' Sumber Waras Jadi RS Kelas A yang Ikonik Setelah 10 Tahun Mangkrak
-
Kontak Senjata di Intan Jaya Pecah! 14 OPM Tewas Ditembak TNI dalam Operasi Pembebasan Sandera
-
MUI Resmikan Fatwa Syariah Penyaluran Zakat dan Infak melalui Skema Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
-
Jakarta Dilanda Panas Ekstrem, Ini Instruksi Pramono kepada Jajarannya
-
Mahfud MD 'Spill' Dugaan Korupsi Kereta Cepat Whoosh, Budi Prasetyo: Silakan Laporkan ke KPK
-
Kupang Diguncang Kasus Prostitusi Online Anak, Menteri PPPA Ungkap Fakta Mengejutkan
-
Ahli Gizi Soroti Makan Bergizi Gratis: SPPG Polri Bisa Jadi Role Model Nasional