Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam tindakan represif aparat kepolisian dan rektorat Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga dalam pembredelan majalah Lentera yang menyajikan lipuran utama "Salatiga Kota Merah".
Pelarangan beredar majalah pers mahasiswa Lentera ini merupakan pengekangan kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dilakukan oleh birokrasi kampus UKSW.
Liputan utama majalah Lentera edisi III tahun 2015 ini menceritakan kasus pelanggaran hak asasi manusia berat di kota Salatiga, Jawa Tengah tahun 1965.
"Kami mendesak Polisi menghormati HAM dengan menjamin hak warga negara untuk berpendapat dan berekspresi sebagaimana diatur oleh UU Dasar 1945," kata Iman Nugroho, Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia dalam konferensi pers di Pasar Pestival, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Minggu (25/10/2015).
Iman menuturkan, stake holder Salatiga, yakni Wali Kota, DPRD, Kepolisian Resort, dan TNI setempat turut andil dalam pelarangan dan penarikan majalah Lentera yang beredar tersebut.
Atas peristiwa ini, AJI berpendapat aparat pemerintah khususnya polisi hendak memutar balik zama Orde Baru yang represif.
"Polisi secara terang-terangan telah menyabotase janji-janji Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla untuk kasus-kasus pelanggaran HAM," ujarnya.
Ketua Presidium Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa (FAA PPMI) Agung Sedayu menambahkan, tak hanya menarik dan melarang peredaran majalah Lentera, Polres Salatiga pada Minggu lalu (18/10/2015), juga mengintimidasi pengurus majalah tersebut dengan memanggil mereka ke kantor polisi dan melakukan interogasi seolah mereka pelaku kejahatan.
Tanpa alasan jelas, polisi menuding tulisan mereka telah menyebkan kegaduhan dan kericuhan di masyarakat.
"Alasan penarikan itu jelas mengada-ada. Majalah Lentera adalah produk jurnalistik yang dibuat dengan memenuhi semua kaedah jurnalistik. Isinya merupakan hasil riset, reportase, wawancara pelaku sejarah dan telah berimbang," terangnya.
Oleh sebab itu, dia mendesak pihak rektorat UKSW, Polisi dan Wali Kota Salatiga untuk meminta maaf dan menghentikan penarikan serta pelarangan majalah Lentera itu.
"Kami meminta semua pihak yang terlibat menghentikan intimidasi dan stigmatisasi terhadap pengurus pers mahasiswa Lentera. Pemerintah juga harus menjamin tidak ada lagi pengekangan dan pembredelan produk jurnalistik pers mahasiswa," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Gak Perlu Mahal, Megawati Usul Pemda Gunakan Kentongan untuk Alarm Bencana
-
5 Ton Pakaian Bakal Disalurkan untuk Korban Banjir dan Longsor Aceh-Sumatra
-
Kebun Sawit di Papua: Janji Swasembada Energi Prabowo yang Penuh Risiko?
-
Bukan Alat Kampanye, Megawati Minta Dapur Umum PDIP untuk Semua Korban: Ini Urusan Kemanusiaan
-
Tak Mau Hanya Beri Uang Tunai, Megawati Instruksikan Bantuan 'In Natura' untuk Korban Bencana
-
Jaksa Bongkar Akal Bulus Proyek Chromebook, Manipulasi E-Katalog Rugikan Negara Rp9,2 Miliar
-
Mobil Ringsek, Ini 7 Fakta Kecelakaan KA Bandara Tabrak Minibus di Perlintasan Sebidang Kalideres
-
Giliran Rumah Kajari Kabupaten Bekasi Disegel KPK
-
Seskab Teddy Jawab Tudingan Lamban: Perintah Prabowo Turun di Hari Pertama Banjir Sumatra
-
7 Fakta Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih yang Bikin Mendagri Minta Maaf