Suara.com - Pengadilan rakyat kasus pelanggaran berat HAM peristiwa tahun 1965 (International People’s Tribunal on 1965 crimes against humanity in Indonesia) digelar di Den Haag, Belanda, Selasa (10/11/2015) sampai Jumat (13/11/2015).
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mempertanyakan kenapa pengadilan kasus pembunuhan massal tahun 1965 dibawa ke Den Haag. Menurut dia, kasus ini bisa diselesaikan pengadilan dalam negeri.
"Bagaimana beban di masa lalu kita akhiri. Kita sedang merancang langkah-langkah yang akan kita tempuh. Oleh kita sendiri. Kenapa ada sidang di tempat lain ya, kita gak tahu itu sebetulnya," kata Prasetyo di Rakornas Pemantapan Pilkada Serentak 2015 di gedung Eco Park, Ancol, Jakarta Utara, Kamis (12/11/2015).
Prasetyo mengatakan kasus tersebut harus dilihat secara rinci dengan terus menerus mengumpulkan bukti-bukti agar bisa dinaikkan ke tahap penyidikan.
"Kita harus melihat fakta dan bukti yang ada di sini. Kan ada tahapan-tahapannya. Ini diteliti dulu apakah sudah memenuhi syarat penyidikan atau tidak," kata dia.
Di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, kata dia, penanganan kasus tersebut juga mangkrak.
"Yang ada sekarang justru sejak tahun 2008 penyelidikan dilakukan oleh Komnas HAM hasilnya masih dinilai belum memenuhi syarat ditingkatkan ke penyidikan," katanya.
Prasetyo mengingatkan jika orang yang dianggap terlibat dalam pembantaian massal tahun 1965 sudah meninggal dunia, tentu hal tersebut akan membuat pengusutan menjadi sulit.
"Bahwa persoalan sudah lama terjadi 50 tahun sekian pelakunya pun kalau pun ada pun sudah pada gak ada semua. Rezim yang lalu saat terjadi sudah gak ada semua. Sudah pada meninggal," kata dia
Kendati demikian, dia berharap pemerintah Presiden Joko Widodo tetap melanjutkan penyelidikan kasus 1965.
"Tapi masalahnya, kita harus tahu pelanggaran HAM berat ini tidak ada kadaluwarsanya. Itu sebabnya supaya tak diwariskan pada generasi berikutnya kita ingin selesaikan," katanya
Pengadilan internasional ditujukan bagi pemerintah Indonesia, khususnya di bawah pemerintahan Soeharto.
Pengadilan peristiwa 1965 digagas para aktivis HAM. Mereka ingin membuktikan bahwa ketika itu benar-benar terjadi pelanggaran berat HAM.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- Innalillahi, Aktor Epy Kusnandar Meninggal Dunia
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
Pilihan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
-
6 HP Tahan Air Paling Murah Desember 2025: Cocok untuk Pekerja Lapangan dan Petualang
-
Drama Sidang Haji Alim: Datang dengan Ambulans & Oksigen, Ratusan Pendukung Padati Pengadilan
Terkini
-
Menhut Raja Juli Rahasiakan 12 Perusahaan 'Biang Kerok' Banjir Sumatra, Alasannya?
-
ICW Soroti Pemulihan Korupsi yang Seret: Rp 330 Triliun Bocor, Hanya 4,84 Persen yang Kembali
-
Heboh 250 Warga Satu Desa Tewas Saat Banjir Aceh, Bupati Armia: Itu Informasi Sesat!
-
SLHS Belum Beres, BGN Ancam Suspend Dapur MBG di Banyumas
-
DPR Sentil Pejabat Panggul Beras Bantuan: Gak Perlu Pencitraan, Serahkan Langsung!
-
Investigasi Banjir Sumatra: Bahlil Fokus Telusuri Tambang di Aceh dan Sumut
-
Catatan AJI: Masih Banyak Jurnalis Digaji Pas-pasan, Tanpa Jaminan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
-
Geram Titiek Soeharto Truk Angkut Kayu Saat Bencana: Tindak Tegas, Bintang Berapa pun Belakangnya
-
Aplikasi AI Sebut Jokowi Bukan Alumnus UGM, Kampus Buka Suara
-
Mendagri Minta PKK Papua Pegunungan Pastikan Program Tepat Sasaran