Suara.com - Drama kasus pencatutan nama presiden dan wakil presiden oleh Ketua DPR Setya Novanto berakhir klimaks. Novanto akhirnya mundur setelah disedesak sana sini. Meski Novanto mengaku mundur dengan besar hati.
Selama sebulan lebih kasus ini 'digoreng' media. Awal skandal ini terbuka ketika Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said mengaku ada pejabat yang mencatut nama presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk meminta saham dalam proses perpanjangan izin pengelolaan tambang emas di Papua oleh Freeport Indonesia. Dalam sebuah acara di TV berita itu, Sudirman berjanji akan mengadukan informasi itu ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
Janji itu ditepati, 16 November 2015 Sudirman mengaku ke MKD dengan membawa transkip rekaman perbincangan antara Novanto, pengusaha perminyakan Reza Chalid, dan Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Dalam laporan itu, Sudirman mengatakan ketiganya bertemu di sebuah kawasan SCBD Jakarta pada 8 Juni 2015.
Berita heboh, Novanto pun berkelit membantah semua tuduhan Sudirman. Kehebohan terus terjadi setelah sidang etik MKD dimulai. Sudirman yang pertama kali dipanggil oleh MKD di DPR. Sudirman ditanya soal laporannya sampai hal-hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan laporan. Sudirman membeberkan semua peristiwa 'Papa Minta Saham'.
Sudirman mengaku mendapatkan rekaman perbincangan Novanto, Riza dan Maroef dari Maroef sendiri. Saat menghadiri sidang itu, Maroef pun mengaku sengaja merekamannya. Lalu dia menyerahkan rekaman itu ke Sudirman.
Desakan 'papa' mundur
Banyak pihak yang ingin Novanto legowo untuk mundur dari kursi ketua DPR. Anggota DPR lintas fraksi deklarasi bersama untuk menyelamatkan DPR atau #SaveDPR. Ada sekitar 30 anggota dewan yang menghadiri acara deklarasi sekaligus aksi keprihatinan dengan mengenakan kain hitam bertuliskan #SaveDPR di lengan kiri.
Lainnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Novanto harus mundur dari jabatannya jika Mahkamah Dewan Kehormatan memutuskan dia bersalah karena meminta jatah saham.
"Ya harus mundur. Ini kan keputusan. Bukan imbauan. Keputusan mahkamah namanya. Ya, begitu memutuskan mahkamah jatuh. Kan begitu bunyi undang-undangnya. Aturannya begitu," kata Wapres Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Keputusan MKD, menurut Wapres JK, harus dipatuhi anggota dewan yang dilaporkan atas penyalahgunaan wewenang dan kode etik sebagai anggota DPR.
Begitu juga Presiden Joko Widodo. Meski tidak tersirat meminta Novanto mundur, Jokowi menaruh harapan besar kepada Mahkamah Kehormatan Dewan bisa menangkap suara rakyat sehingga keputusan kasus etik Novanto mencerminkan keinginan rakyat Indonesia.
Namun saat itu MKD dicurigai kongkalikong untuk menyelamatkan Novanto. Pengamat politik Yunarto Wijaya yang mencurigai itu. Hal itu disampaikan Yunarto setelah menyaksikan proses penyampaian pandangan etik masing-masing anggota mahkamah terhadap kasus Novanto.
Itu sebabnya, Yunarto tidak heran ada sebagian anggota MKD yang menjatuhkan sanksi berat kepada Novanto. Tujuannya agar dibentuk panel untuk mengusut kasus Novanto sehingga kasusnya akan panjang lagi.
Saat itu, Anggota MKD yang setuju memberikan sanksi berat ke Novanto adalah Prakosa (PDI Perjuangan), Sukiman (PAN), Dimyati Natakusumah (PPP), dan Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra), Supratman (Gerindra), Adies Kadir (Golkar), dan Ridwan Bae (Golkar).
Sedangkan sembilan anggota MKD yang memberikan sanksi tingkat sedang yaitu Darizal Basir (Demokrat), Guntur Sasongko (Demokrat), Risa Mariska (PDI Perjuangan), Maman Imanulhaq (PKB), Victor Laiskodat (Nasional Demokrat), Sukiman (PAN), A. Bakri (PAN), Syarifuddin Sudding (Hanura), dan Junimart Girsang (PDI Perjuangan).
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Aktivitas Tambang Emas Ilegal di Gunung Guruh Bogor Kian Masif, Isu Dugaan Beking Aparat Mencuat
-
Sidang Ditunda! Nadiem Makarim Sakit Usai Operasi, Kuasa Hukum Bantah Tegas Dakwaan Cuan Rp809 M
-
Hujan Deras, Luapan Kali Krukut Rendam Jalan di Cilandak Barat
-
Pensiunan Guru di Sumbar Tewas Bersimbah Darah Usai Salat Subuh
-
Mendagri: 106 Ribu Pakaian Baru Akan Disalurkan ke Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Angin Kencang Tumbangkan Pohon di Ragunan hingga Tutupi Jalan
-
Pohon Tumbang Timpa 4 Rumah Warga di Manggarai
-
Menteri Mukhtarudin Lepas 12 Pekerja Migran Terampil, Transfer Teknologi untuk Indonesia Emas 2045
-
Lagi Fokus Bantu Warga Terdampak Bencana, Ijeck Mendadak Dicopot dari Golkar Sumut, Ada Apa?
-
KPK Segel Rumah Kajari Bekasi Meski Tak Ditetapkan sebagai Tersangka