Suara.com - Anggota Komisi VIII DPR RI, Hidayat Nur Wahid, mengatakan bahwa dirinya lebih setuju pemberatan hukuman, dibandingkan hukuman kebiri bagi pelaku pelecehan seksual.
"Predator anak-anak itu hukumnya bisa diperberat sampai hukuman mati. Hukuman mati itu pun sudah ada dalam UU Perlindungan Anak, dan diberlakukan bagi mereka yang melibatkan anak dalam kejahatan narkoba. Itu bisa dihukum mati," kata Hidayat, di sela-sela rapat kerja Komisi VIII dengan Kementerian Sosial, di gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (16/2/2016).
Lebih lanjut, Hidayat mengatakan, apabila yang melibatkan anak-anak dalam kejahatan narkoba bisa dihukum mati, apalagi mereka yang melakukan kejahatan terhadap anak-anak secara langsung.
"Misalnya, membunuhnya, memperkosanya, dan menularinya dengan HIV/AIDS. Itu kan lebih jahat dari narkoba. Jadi kalau hukuman mati itu sudah ada dalam UU Perlindungan Anak, itu saja dipakai sebagai bagian dari pemberatan bagi predator anak-anak," tutur Hidayat yang juga menjabat Wakil Ketua MPR RI itu.
Menurut mantan Ketua MPR itu pula, masalah hukuman kebiri ini memang menjadi bagian dari kontroversi, karena belum tentu menyelesaikan masalah secara keseluruhan.
"Sebagian masalah dari kejahatan terhadap anak-anak tidak terkait dengan masalah seksual. Kalau pun terkait dengan masalah seksual, tidak juga dilakukan oleh laki-laki. Bisa juga yang lainnya, misalnya kasus Engeline. Kalau benar yang melakukannya adalah ibu angkatnya, terus mau dikebiri bagaimana ibunya itu? Jadi sekali lagi, masalah kebiri perlu pengkajian lebih kanjut," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menolak peraturan perundang-undangan tentang hukuman kebiri bagi pelaku pelecehan seksual.
"Itu pelanggaran hak asasi manusia. Setidaknya terpidana harus dibina, bukan dikebiri," kata Wakil Ketua Internal Komnas HAM, Siti Noor Laila, di Jakarta Pusat, Senin (15/2).
Masalah kejahatan seksual terhadap anak sendiri diakui sudah mencapai titik luar biasa, dan Komnas HAM memahami pula perlu adanya langkah yang luar biasa untuk mengatasi masalah tersebut. Namun, Komnas HAM mengingatkan bahwa perkembangan peradaban menuntun agar penghukuman tetap dilakukan dengan manusiawi, serta diupayakan menjadi sebuah mekanisme rehabilitasi, agar seseorang dapat kembali menjadi manusia yang utuh dan siap kembali dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. [Antara]
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
Terkini
-
Nasib Diumumkan KPK Hari Ini, Gubernur Riau Wahid Bakal Tersangka usai Kena OTT?
-
OTT KPK di Riau! Gubernur dan Kepala Dinas Ditangkap, Siapa Saja Tersangkanya?
-
KPK Sebut OTT di Riau Terkait dengan Korupsi Anggaran Dinas PUPR
-
Polisi Berhasil Tangkap Sindikat Penambangan Ilegal di Taman Nasional Gunung Merapi
-
600 Ribu Penerima Bansos Dipakai Judi Online! Yusril Ungkap Fakta Mencengangkan
-
Pemerintah Segera Putihkan Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan, Catat Waktunya!
-
Pengemudi Ojol Jadi Buron Usai Penumpangnya Tewas, Asosiasi Desak Pelaku Serahkan Diri
-
Sempat Kabur Saat Kena OTT, Gubernur Riau Ditangkap KPK di Kafe
-
Targetkan 400 Juta Penumpang Tahun 2025, Dirut Transjakarta: Bismillah Doain
-
Sejarah Terukir di Samarkand: Bahasa Indonesia Disahkan sebagai Bahasa Resmi UNESCO