Suara.com - Kepala Subdirektorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi Budiyanto mengatakan dari hasil rapat tentang penghapusan jalur 3 in 1, sebelum wacana tersebut direalisasikan, harus dilihat secara komprehensif. Misalnya, bukan hanya dari volume kendaraan, tapi juga jarak dan waktu tempuh.
"Pertama, saat rapat kemarin banyak masukan, kalau uji coba satu minggu itu kurang, karena uji coba tahap pertama anak sekolah belum masuk, kemudian setelah itu masuk, setelah paparan banyak yang menyoroti masalah dan mengusulkan jangan hanya volume saja yang dihitung. namun jarak dan waktu tempuh juga harus dihitung," kata Budiyanto.
Rencana penghapusan jalur 3 in 1 saat ini sedang diuji coba.
Menurut Budiyanto dalam uji coba kondisi Jalan M. H. Thamrin dan Jalan Jenderal Sudirman yang sekarang sedang berlangsung proyek pembangunan mass rapid transit juga harus jadi pertimbangan dalam evaluasi. Proyek tersebut, katanya, turut berpengaruh pada uji coba.
"Kondisi tidak ideal jalan seperti yang ada di Sudirman dan Thamrin. Di Sudirman kan masih ada pembangunan MRT, kemudian revitalisasi jembatan semanggi kan juga berpengaruh," kata Budiyanto.
Budiyanto mengatakan selama masa uji coba secara kasat mata memang ada perubahan, ada yang kemacetannya berkurang, tetapi ada juga yang malah makin macet.
"Kalau dari kasat mata, memang ada ruas jalan yang mengalami peningkatan dan ada yang penurunan juga," kata Budiyanto.
Uji coba penghapusan 3 in 1 sudah berlangsung pada 5-8 April 2016, kemudia diperpanjang lagi sampai 14 Mei 2016.
Menurut Peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2012 tentang Kawasan Pengendalian Lalu Lintas, 3 in 1 diterapkan di lima ruas jalan.
Yaitu, Jalan Sisingamangaraja (jalur cepat dan jalur lambat), Jalan Jenderal Sudirman (jalur cepat dan jalur lambat), Jalan Thamrin (jalur cepat dan jalur lambat), Jalan Medan Merdeka Barat dan sebagian Jalan Jenderal Gatot Subroto antara persimpangan Jalan Jenderal Gatot Subroto hingga Jalan Gerbang Pemuda (Balai Sidang Senayan) sampai persimpangan Jalan HR Rasuna Said-Jalan Jenderal Gatot Subroto pada jalan umum bukan tol.
Aturan yang dimaksudkan untuk mengatasi kemacetn tersebut berlaku pada pagi hari yakni mulai pukul 07.00 hingga 10.00 WIB dan sore hari pukul 16.30 hingga 19.00 WIB, serta pada hari kerja saja, yaitu Senin sampai Jumat. Sedangkan Sabtu, Minggu dan Hari Libur Nasional tidak berlaku.
Belakangan, kebijakan tersebut dianggap tidak efektif.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
Terkini
-
OTT KPK di Riau! Gubernur dan Kepala Dinas Ditangkap, Siapa Saja Tersangkanya?
-
KPK Sebut OTT di Riau Terkait dengan Korupsi Anggaran Dinas PUPR
-
Polisi Berhasil Tangkap Sindikat Penambangan Ilegal di Taman Nasional Gunung Merapi
-
600 Ribu Penerima Bansos Dipakai Judi Online! Yusril Ungkap Fakta Mencengangkan
-
Pemerintah Segera Putihkan Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan, Catat Waktunya!
-
Pengemudi Ojol Jadi Buron Usai Penumpangnya Tewas, Asosiasi Desak Pelaku Serahkan Diri
-
Sempat Kabur Saat Kena OTT, Gubernur Riau Ditangkap KPK di Kafe
-
Targetkan 400 Juta Penumpang Tahun 2025, Dirut Transjakarta: Bismillah Doain
-
Sejarah Terukir di Samarkand: Bahasa Indonesia Disahkan sebagai Bahasa Resmi UNESCO
-
Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Koalisi Sipil Ungkap 9 Dosa Pelanggaran HAM Berat Orde Baru