Suara.com - Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, mendapat perlakuan tidak enak dari sekutunya Kerajaan Arab Saudi pada pekan ini, ketika dia tiba di Riyadh untuk menghadiri pertemuan bersama para pemimpin negara Dewan Kerja Sama Teluk, membahas keamanan dan konflik di kawasan Timur Tengah.
Perlakuan yang oleh beberapa media Barat, seperti The Economist, disebut "penghinaan" itu diterima Obama ketika dia mendarat di Riyadh pada Rabu (20/4/2016). Alih-alih disambut oleh Raja Salman, Obama hanya disambut oleh Gubernur Riyadh.
Dibandingkan dengan penyambutan terhadap pemimpin negara lain yang hadir dalam konferensi itu, penyambutan Obama oleh Saudi memang terhitung sederhana. Betapa tidak, pada kesempatan yang sama Raja Salman secara langsung menyambut Presiden Mesir, Abdel Fatah al Sisi dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.
Surat kabar terkemuka AS, The New York Times menulis, "ketika saluran televisi pemerintah (Saudi) meliput kedatangan para pemimpin negara-negara Teluk, yang disambut langsung di landasan bandara dengan pelukan dan ciuman oleh Raja Salman, Obama hanya disambut oleh delegasi kecil, dipimpin oleh Gubernur Riyadh, ibu kota Saudi."
"Kedatangan Obama tidak disiarkan oleh televisi pemerintah Saudi," imbuh surat kabar itu.
Sementara kantor berita Reuters, dalam video singkat, mengatakan tindakan Saudi itu sebagai "Penghinaan ala Kerajaan untuk Tuan Obama", karena ketika Presiden AS itu tiba di Riyadh, "Raja Salman tak menyambutnya di sana... tetapi Sang Raja lebih memilih untuk menyambut pejabat dari negara-negara Teluk."
Para pejabat AS sendiri membantah tindakan Saudi itu sebagai penghinaan. Mereka mengatakan bahwa Kerajaan Saudi telah mengundang Obama untuk mengikuti jamuan makan siang ala kerajaan, tetapi karena ketatnya jadwal, presiden tak bisa tiba tepat waktu.
Saudi Punya Alasan
Tetapi perilaku Saudi terhadap Obama bukan tanpa alasan. Sudah bersekutu erat sejak akhir Perang Dunia II, Saudi belakangan sering mengeluh tengah diacuhkan oleh AS.
Setelah Amerika Serikat, empat anggota Dewan Keamanan PBB (Rusia, Inggris, Prancis, dan Cina), Jerman, dan Uni Eropa menandatangi kesepakatan nuklir Iran pada 2015, Arab Saudi mulai resah. Iran memang merupakan musuh bebuyutan Saudi di kawasan Teluk. Kedua negara terlibat dalam perang proxy di Yaman, Suriah, dan Irak.
Kesepakatan yang kemudian berujung pada dilucutinya beberapa sanksi terhadap Iran, membuat Saudi khawatir Iran akan semakin leluasa menancapkan cakar pengaruhnya di kawasan Timur Tengah.
Sementara itu Kongres AS baru-baru ini , seperti diulas Foreign Policy, mengajukan sebuah rancangan peraturan yang berisi syarat-syarat yang harus dipatuhi pemerintahan Obama jika ingin memberikan bantuan militer pada Saudi. Dalam rancangan itu Saudi diwajibkan menekan jumlah korban jiwa dalam intervensinya di Yaman, jika ingin menerima bantuan senjata dari AS.
Tak hanya itu, pekan lalu The New York Times melaporkan bahwa Saudi mengancam akan menjual asetnya yang bernilai Rp9.900 triliun di AS jika sebuah rancangan undang-undang - yang akan memberi celah bagi korban serangan 11/9/2001 menuntut pemerintah Saudi di pengadilan - disahkan menjadi undang-undang.
Sebagai informasi, 15 dari 19 pelaku pembajak pesawat yang digunakan dalam serangan bersejarah itu adalah warga Saudi.
Gedung Putih sendiri sudah menyatakan menolak RUU yang diajukan oleh baik Partai Republik dan Demokrat itu, dan mengisyaratkan akan mengajukan veto jika kongres meloloskannya.
Berita Terkait
-
Jay Idzes: Saatnya Bangkit
-
Persiapan Jomplang Timnas Indonesia dan 2 Calon Lawan di Putaran 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Arab Saudi Menggila di FIFA Matchday September, Timnas Indonesia Wajib Waspada
-
Ivan Toney: Liga Arab Saudi Setara dengan Liga Inggris
-
Timnas Indonesia Diuntungkan Imbas Qatar Diserang Israel?
Terpopuler
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Cara Edit Foto yang Lagi Viral: Ubah Fotomu Jadi Miniatur AI Keren Pakai Gemini
- Pemain Keturunan Rp 20,86 Miliar Hubungi Patrick Kluivert, Bersedia Bela Timnas Oktober Nanti
- Ramai Reshuffle Kabinet Prabowo, Anies Baswedan Bikin Heboh Curhat: Gak Kebagian...
Pilihan
-
Dugaan Korupsi BJB Ridwan Kamil: Lisa Mariana Ngaku Terima Duit, Sekalian Buat Modal Pilgup Jakarta?
-
Awas Boncos! 5 Trik Penipuan Online Ini Bikin Dompet Anak Muda Ludes Sekejap
-
Menkeu Purbaya Sebut Mulai Besok Dana Jumbo Rp200 Triliun Masuk ke Enam Bank
-
iPhone di Tangan, Cicilan di Pundak: Kenapa Gen Z Rela Ngutang Demi Gaya?
-
Purbaya Effect, Saham Bank RI Pestapora Hari Ini
Terkini
-
Dave Laksono Dukung TNI, Ferry Irwandi: Negara dan Semua Perangkatnya Mengancam Saya!
-
Ditunjuk Dedi Mulyadi, Ini Tugas Utama Helmy Yahya Sebagai Badan Pengelola Rebana
-
15 Mobilnya Disita KPK, Satori Berdalih untuk Showroom dan Dibeli Sebelum Jadi Anggota DPR
-
Apa Saja Isi Tuntutan Demo Nepal? Bikin Presiden dan Perdana Menteri Mundur
-
Aliansi Ibu Indonesia: Ibu Pertiwi Berduka Akibat Kebijakan Elit dan Kekerasan Negara
-
5 Fakta Viral Jukir Masjid Raya Sheikh Zayed Solo Patok Parkir Rp 30 Ribu, Ini Respon Wali Kota!
-
Pramono Anung Ungkap Reaksi Spontan Pasca Ojol Affan Tewas Dilindas Rantis Brimob
-
Geger! Fadhil Zon Digugat ke PTUN Jakarta soal Pernyataan Kontroversial Peristiwa Mei 1998
-
Pemerintah Tolak Tim Investigasi Independen Kasus Kematian Demo, Yusril: Proses Hukum Sudah Jalan
-
'Jangan Percaya IMF!' Ucapan Lama Menkeu Purbaya Sardewa Kini Jadi Bumerang?