Poster film 'Pulau Buru Tanah Air Beta'. (dokumentasi Rahung Nasution)
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ikut prihatin atas aksi upaya membubarkan acara peringatan World Press Freedom Day 2016 dan pemutaran film Pulau Buru Tanah Air Beta yang digelar AJI Yogyakarta pada Selasa (4/5/2015) malam. Alasan pembubaran acara oleh kelompok intoleran karena mengkhawatirkan film karya Ruhung Nasution itu akan membangkitkan gerakan Partai Komunis Indonesia, tidak beralasan. Aksi tersebut sepengetahuan polisi.
"Apa sih yang ditakutkan dari acara itu, apakah itu betul untuk membangkitkan PKI, apa iya, coba cek saja ke AJI. Saya kira tidak, itu (film) kan karya-karya ilmiah," kata komisioner Komnas HAM Nurcholis di kantornya, Jakarta, Rabu (4/5/2016).
Komnas HAM tak membenarkan aksi pembubaran acara itu. Komnas meminta pemerintah Yogyakarta turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Menurut saya tidak selayaknya acara seperti itu dilarang. Ini kan tidak ada simbol-simbol atau lambang (komunis), tapi ini kan film untuk mengenang sebuah peristiwa. Hanya saja ada kelompok intoleran yang mengganggu itu. Saya kira itu pemerintah daerahnya, gubernurlah yang menyelesaikan itu," ujar dia.
Nurcholis mengatakan kelompok intoleran perlu mendapatkan informasi yang utuh agar mereka dapat menghargai perbedaan.
"Jadi kalau ada perbedaan, perlu dipertemukan. Kadang memang negara ini dikelola (pemerintah) dengan rumor . Tanpa mau melakukan dialog, silaturahmi.
Jadi saran saya kepada Pemerintah Daerah lakukan dialog. Sebaiknya kelompok-kelompok (intoleran) ini juga tidak memaksakan kehendaknya, dan sebaiknya kumpulkan informasi yang lengkap," kata dia.
"Seperti kemarin (beberapa waktu lalu) kami dianggap membangkitkan PKI dalam mengadakan Simposium Tragedi 1965. Padahal kami mengumpulkan semua kok, korban dan TNI AD didatangkan, dan baik-baik saja kok, meski memang ada perdebatan dalam forum," kata Nurcholis.
"Apa sih yang ditakutkan dari acara itu, apakah itu betul untuk membangkitkan PKI, apa iya, coba cek saja ke AJI. Saya kira tidak, itu (film) kan karya-karya ilmiah," kata komisioner Komnas HAM Nurcholis di kantornya, Jakarta, Rabu (4/5/2016).
Komnas HAM tak membenarkan aksi pembubaran acara itu. Komnas meminta pemerintah Yogyakarta turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Menurut saya tidak selayaknya acara seperti itu dilarang. Ini kan tidak ada simbol-simbol atau lambang (komunis), tapi ini kan film untuk mengenang sebuah peristiwa. Hanya saja ada kelompok intoleran yang mengganggu itu. Saya kira itu pemerintah daerahnya, gubernurlah yang menyelesaikan itu," ujar dia.
Nurcholis mengatakan kelompok intoleran perlu mendapatkan informasi yang utuh agar mereka dapat menghargai perbedaan.
"Jadi kalau ada perbedaan, perlu dipertemukan. Kadang memang negara ini dikelola (pemerintah) dengan rumor . Tanpa mau melakukan dialog, silaturahmi.
Jadi saran saya kepada Pemerintah Daerah lakukan dialog. Sebaiknya kelompok-kelompok (intoleran) ini juga tidak memaksakan kehendaknya, dan sebaiknya kumpulkan informasi yang lengkap," kata dia.
"Seperti kemarin (beberapa waktu lalu) kami dianggap membangkitkan PKI dalam mengadakan Simposium Tragedi 1965. Padahal kami mengumpulkan semua kok, korban dan TNI AD didatangkan, dan baik-baik saja kok, meski memang ada perdebatan dalam forum," kata Nurcholis.
Tag
Komentar
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi
-
Mengapa Pertamina Beres-beres Anak Usaha? Tak Urus Lagi Bisnis Rumah Sakit Hingga Hotel
-
Pandu Sjahrir Blak-blakan: Danantara Tak Bisa Jauh dari Politik!
Terkini
-
BPJS Kesehatan Angkat Duta Muda: Perkuat Literasi JKN di Kalangan Generasi Penerus
-
Kondisi Gunung Semeru Meningkat ke Level Awas, 300 Warga Dievakuasi
-
Soal Pelimpahan Kasus Petral: Kejagung Belum Ungkap Alasan, KPK Bantah Isu Tukar Guling Perkara
-
Semeru Status Awas! Jalur Krusial Malang-Lumajang Ditutup Total, Polisi Siapkan Rute Alternatif
-
Babak Baru Korupsi Petral: Kejagung Resmi Limpahkan Kasus ke Tangan KPK, Ada Apa?
-
DPR-Kemdiktisaintek Kolaborasi Ciptakan Kampus Aman, Beradab dan Bebas Kekerasan di Sulteng
-
Fakta Baru Sengketa Tambang Nikel: Hutan Perawan Dibabat, IUP Ternyata Tak Berdempetan
-
Survei RPI Sebut Tingkat Kepuasan Publik Terhadap Polri Tinggi, Ini Penjelasannya
-
Momen Roy Suryo Walk Out dari Audiensi Reformasi Polri, Sentil Otto Hasibuan: Harusnya Tahu Diri
-
Deteksi Dini Bahaya Tersembunyi, Cek Kesehatan Gratis Tekan Ledakan Kasus Gagal Ginjal