Ilustrasi KPK [suara.com/Nikolaus Tolen]
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemeriksaan terhadap tersangka Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu, Janner Purba, pada Selasa (31/5/2016). Janner diperiksa sebagai saksi untuk tersangka anggota Majelis Hakim Tipikor Bengkulu Toton dalam kasus dugaan penyalahgunaan honor dewan pembina Rumah Sakit Umum Daerah M. Yunus Bengkulu tahun 2011.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka T," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati.
Selain Janner, hari ini, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Panitera Pengganti PN Bengkulu Badaruddin Bachin dan mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD M. Yunus Safri. Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD M .Yunus Edy Santoni.
Sementara untuk tersangka Billy, KPK memeriksa Edy Santony.
Kasus ini terungkap melalui operasi tangkap tangan terhadap Janner Purba, Toton, Badaruddin, Syafri, dan Edy.
Janner dan Toton yang diduga menerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Badaruddin yang diduga menerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Syafri dan Edi sebagai pemberi suap disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Kasus ini bermula ketika Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor Z.17XXXVIII tentang Tim Pembina Manajemen RSUD M. Yunus Bengkulu. SK diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas.
Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah tidak mengenal tim pembina. Akibat SK yang dikeluarkan Junaidi itu, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp5,4 miliar.
Kasus pun bergulir ke Pengadilan Tipikor Bengkulu dengan terdakwa Syafri dan Edy. Dalam persidangan, PN Bengkulu menunjuk majelis hakim, Janner, Toton, dan Siti Insirah.
Gara-gara mereka ditangkap KPK, sidang kasus tersebut ditunda.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka T," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati.
Selain Janner, hari ini, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Panitera Pengganti PN Bengkulu Badaruddin Bachin dan mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD M. Yunus Safri. Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD M .Yunus Edy Santoni.
Sementara untuk tersangka Billy, KPK memeriksa Edy Santony.
Kasus ini terungkap melalui operasi tangkap tangan terhadap Janner Purba, Toton, Badaruddin, Syafri, dan Edy.
Janner dan Toton yang diduga menerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Badaruddin yang diduga menerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Syafri dan Edi sebagai pemberi suap disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Kasus ini bermula ketika Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor Z.17XXXVIII tentang Tim Pembina Manajemen RSUD M. Yunus Bengkulu. SK diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas.
Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah tidak mengenal tim pembina. Akibat SK yang dikeluarkan Junaidi itu, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp5,4 miliar.
Kasus pun bergulir ke Pengadilan Tipikor Bengkulu dengan terdakwa Syafri dan Edy. Dalam persidangan, PN Bengkulu menunjuk majelis hakim, Janner, Toton, dan Siti Insirah.
Gara-gara mereka ditangkap KPK, sidang kasus tersebut ditunda.
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional