Suara.com - Pemerintah Cina, pada Kamis (2/6/2016), menjamin bahwa tidak akan ada diskriminasi agama di kawasan Xinjiang selama bulan puasa Ramadan yang akan datang dalam waktu dekat.
Ramadan merupakan masa-masa sensitif di kawasan Xinjiang, yang terletak di Cina bagian barat. Di masa lalu, otoritas pemerintah di Xinjiang mengendalikan etnis minoritas Uighur dalam beribadah sepanjang bulan Ramadan. Ada banyak keluhan dari masyarakat yang mengaku dilarang beribadah. Bahkan, rumah makan di kawasan tersebut diperintahkan untuk tetap buka.
"Selama bulan suci Ramadan, soal keputusan menutup atau membuka restoran halal menjadi keputusan masing-masing pemilik, tanpa paksaan," bunyi sebuah pernyataan yang disampaikan pemerintah.
"Tidak akan ada warga yang mengalami diskriminasi atau perlakuan tidak adil karena memeluk atau tidak memeluk agama tertentu," bunyi laporan tersebut.
Namun, janji tersebut agaknya bertentangan dengan beberapa peraturan lokal di Xinjiang.
Pejabat hukum dan keagamaan di Kota Khorgos, dekat dengan perbatasan Kazakhstan misalnya, pada akhir Mei lalu memerintahkan aparat untuk memeriksa lebih dari 30 pengelola restoran etnis dan meminta mereka berjanji untuk tetap berjualan selama bulan Ramadan, demikian disampaikan pada situs pemerintah setempat. Seorang pejabat yang bekerja di departemen publikasi pemerintah Khorgos menolak berkomentar.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia dan orang-orang yang diasingkan mengatakan, satu masalah terbesar pada pemerintah Xinjiang adalah dalam hal kendali pemerintah terhadap kebudayaan masyarakat Uighur dan pemeluk Islam. Salah satu contohnya, pemerintah melarang penggunaan atribut-atribut keagamaan seperti kerudung, bahkan jenggot.
Dilxat Raxit, seorang juru bicara Kongres Uighur Dunia lewat email mengatakan bahwa Amerika Serikat memiliki tanggung jawab untuk menekan Cina agar menghargai kepercayaan yang dipeluk oleh warga Uighur dalam pembicaraan bilateral yang rencananya bakal diadakan di Beijing pada Senin pekan depan. Menurut Raxit, kebohongan Cina tidak bisa menutupi kebenaran tentang kebijakan pembatasan dan pelarangan terhadap aktivitas beragama.
Shoket Imin, seorang anggota komite tetap Partai Komunis Cina di Xinjiang, kepada reporter mengatakan bahwa anak-anak di bawah usia 18 tahun tidak boleh pergi ke masjid. Kebijakan ini dipandang para kritikus sebagai upaya untuk melemahkan sentimen agama.
Cina mengklaim melindungi kebebasan beragama. Namun, nyatanya mereka hanya memperbolehkan institusi-institusi beragama yang diakui pemerintah saja. (Reuters)
Berita Terkait
-
Menteri Luar Negeri Gambia Berkunjung ke Daerah Otonomi Xinjiang yang Dihuni Etnis Muslim Uighur
-
Aksi Bela Uighur di Gedung Perwakilan PBB
-
Protes Kekerasan Terhadap Muslim Uighur, Massa Geruduk Kedubes China
-
Mesut Ozil, Mantan Pemain Timnas Jerman yang Mendapat Banyak Diskriminasi Saat Menjadi Pesepakbola
-
Fenomena Pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur dan Posisi Indonesia
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
Pilihan
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
Terkini
-
Lebih 'Merdeka' di Balai Kota, Pramono Anung Blak-blakan: Jujur, Enak Jadi Gubernur
-
Fraksi Partai Nasdem Dukung Pilkada Lewat DPRD: Sesuai Konstitusi dan Pancasila
-
DPR Desak KPK Jelaskan Penghentian Penyelidikan Kasus Aswad Sulaiman Secara Transparan
-
Hadapi Tantangan Geografis, Pendidikan dan Kesejahteraan Anak di Maluku Utara Jadi Fokus
-
AMAN Catat Konflik 202 Ribu Hektare Wilayah Adat Bengkulu Sepanjang 2025
-
Harapan Publik Tinggi, KPK Tegaskan Penghentian Kasus Aswad Sulaiman Berbasis Alat Bukti
-
Rentetan Kecelakaan Kerja di Galangan PT ASL Shipyard Kembali Terjadi, Polisi Turun Tangan
-
Viral Sekelompok Orang Diduga Berzikir di Candi Prambanan, Pengelola Buka Suara
-
Bahlil Lahadalia Jamu Cak Imin dan Zulhas Hingga Dasco di Kediamannya, Bahas Apa?
-
Tak Bisa Beli Roti Gegara Cuma Punya Uang Tunai: Kenapa Toko Lebih Suka Cashless?