Suara.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan illegal fishing atau pencurian ikan merupakan musuh bersama yang sudah disepakati seluruh negara tetangga. Di ataranya Thailand, Australia dan Cina.
"Seluruh duta besar enam negara sudah saya undang dan ajak bicara, di antaranya Thailand, Australia dan Tiongkok," kata Susi saat mengunjungi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Senin (6/9/2016).
Menurut dia, para duta besar negara tetangga itu diundang untuk membicarakan mengenai kebijakan penenggelaman kapal yang tertangkap mencuri ikan sebagai bentuk diplomasi hubungan bilateral antarnegara. Indonesia sebagai negara dengan laut terpanjang kedua di dunia setelah Kanada tentu memiliki kekayaan alam laut yang melimpah, tetapi selama ini banyak dicuri oleh nelayan asing.
Sebagai negara yang 70 persen wilayahnya adalah perairan, lanjut dia, jumlah rumah tangga nelayan selama 10 tahun terakhir justru mengalami penurunan dari 1,6 juta nelayan menjadi 800 ribu nelayan. Artinya, kata dia, nelayan yang menjadi profesi nenek moyang sejak dulu kala sudah mulai ditinggalkan karena tidak ada lagi yang bisa diandalkan dari hasil laut yang sebenarnya menjadi kekayaan Indonesia.
"Makanya, harus kunci dulu 'resources' (kekayaan) yang kita punya. Itu yang saya lakukan, tidak ada yang bisa bantah dan klaim. Kebijakan peningkatan apa dan sebagainya, mengikuti," katanya.
Dengan diplomasi dan penjelasan terhadap kebijakan yang akan ditempuh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ketika itu, terutama penenggelaman kapal pencuri ikan para dubes setuju. Bahkan, Susi mengatakan, beberapa negara tetangga mengajak untuk patroli bersama untuk mengantisipasi kapal-kapal yang mencuri ikan bukan di wilayah negaranya sebagai bentuk komitmen bersama.
"Undang-undang membolehkan untuk menenggelamkan kapal (pencuri ikan), saya tindaklanjuti dengan peraturan menteri. Ini sudah menjadi konsensus nasional yang harus ditegakkan," katanya.
Selain itu, kata dia, sekitar 1.300 lisensi atau izin yang pernah dikeluarkan KKP dianalisis dan dievaluasi, pelarangan penangkapan ikan oleh kapal eks-asing, disusul berbagai kebijakan lainnya.
"Terbukti, sektor perikanan di Indonesia naik 8,96 persen, sementara negara-negara lain minus, seperti Thailand, Filipina, dan sebagainya. Eksploitasi perikanan turun 30-35 persen," kata Susi. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO