Suara.com - Bekas anggota Komisi V DPR RI, Damayanti Wisnu Putranti, merasa keberatan dan tidak terima dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntutnya enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Hal itu disampaikannya melalui pledoi atau nota pembelaan atas tuntutan Jaksa. Damayanti menjadikan anak-anaknya yang masih kecil sebagai alasan utama.
"Tentu tuntutan itu sangat tinggi. Bagaimana saya bisa hidup bersama anak saya?" kata Damayanti dalam persaingan dengan agenda pembacaan pledoi, di gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (7/9/2016).
Anggota DPR asal Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah tersebut berharap Majelis Hakim tidak menjatuhkan putusan yang sama dengan tuntutan Jaksa. Lebih jauh, dia juga mengaku tak terima dengan pemberitaan media selama ini yang terkesan menyudutkan dirinya selaku terdakwa penerima suap proyek jalan di Maluku dan Maluku Utara pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Tolonglah teman-teman media, kalau membuat berita tak hanya (bertujuan) ingin menjual. Tolong teman-teman media kedepankan asas praduga tak bersalah. Bagaimana (jika) Anda ada di posisi saya," kata Damayanti.
Mantan politikus PDIP itu pun meminta agar Majelis Hakim bisa melihat kasus ini secara adil. Termasuk ketika menjatuhkan vonis kepada dirinya nanti, agar dirinya masih bisa punya kesempatan membesarkan anak.
"Putusan yang seadil-adilnya untuk saya, agar saya masih bisa mengurus anak-anak saya. Saya mohon Majelis Hakim bisa memberikan putusan yang seadil-adilnya, agar saya bisa memberikan kasih sayang ke anak saya," kata Damayanti.
Jaksa menuntut Damayanti Wisnu Putranti dengan pidana penjara enam tahun dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, Jaksa juga menuntut pencabutan hak politiknya dalam jabatan publik selama lima tahun setelah selesai menjalani masa hukuman.
Dalam dakwaannya, Jaksa menilai mantan anak buah Megawati Soekarnoputri itu terbukti bersalah menerima uang suap dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir. Uang suap itu dengan maksud memuluskan proyek pembangunan jalan milik Kementerian PUPR di Maluku dan Maluku Utara.
Atas dasar itu, Jaksa menilai Damayanti terbukti melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional