Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Siti Noor Laila dalam diskusi [suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Siti Noor Laila membandingkan situasi pembela hak asasi manusia pada zaman Orde Baru dengan era reformasi sampai sekarang. Walau dulu penguasanya orotiter, tetapi ketika itu pembela HAM tak mudah dikriminalisasi. Beda dengan sekarang.
"Situasi pembela HAM pada sekarang ini kalau dibandingkan pada periode rezim Orde Baru yang katakanlah otoriter, tapi sesungguhnya menurut saya tidak memudahkan juga melakukan kriminalisasi terhadap pembela HAM. Tapi belakangan ini (era demokrasi) kami melihat beberapa dari pembela HAM itu banyak dilakukan diproses hukum dengan alasan bermacam-macam," ujar Siti dalam seminar Pembela HAM berbasis Komunitas: Mencari Bentuk Perlindungan Negara Terhadap Pembela HAM di Indonesia di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, nomor 4 B, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/9/2016).
Siti mengatakan zaman sekarang aparat penegak hukum dapat dengan mudah mencari pasal untuk mengkriminalisasi para pembela HAM.
"Kalau dicari pasal ya semua pengacara, polisi, jaksa, hakim paling ahli untuk menggunakan pasal. Pasal itu bisa digunakan kapan saja, dengan bukti bisa juga dicari-cari. Ini situasi dimana pembela HAM pada situasi sekarang yang sudah sangat terbuka, demokratis, ini justru mendapatkan atau sering berhadapan dengan teman teman aparat penegak hukum, proses kemudian dikriminalkan," kata dia.
Siti menyontohkan kasus yang dialami aktivis yang memperjuangkan perlindungan terhadap sumber air di Yogyakarta. Aktivis langsung diproses secara hukum oleh aparat penegak hukum. Contoh lain di Ambon, aktivis pembela HAM Yanes Balubun meninggal dunia dengan cara yang tak wajar setelah melewati serangkaian intimidasi.
"Misal Yanes di Ambon juga mengalami tidak hanya intimidasi, kemudian kami menemukan mayatnya mengalami kecelakaan. Kemudian menurut temuan Komnas HAM, ada kejanggalan dalam kecelakaan yang dikatakan kecelakaan lalu lintas itu," kata Siti.
Siti menyayangkan kenapa zaman sekarang justru mengalami kemunduran.
"Kami memang ditangkap (Orde Baru), tapi satu hari dikeluarkan belum 2 x 24 jam itu pasti dikeluarkan. Tidak ada proses hukum selanjutnya. Kecuali ada indikasi. Jadi inilah perbedaan situasi dimana rezim yang katanya demokratis tapi bagi teman teman pembela HAM, justru sangat intimidatif," kata dia.
Seminar di Komnas HAM dihadiri, antara lain perwakilan Lembaga Perlindungan Saksi Korban, Komisi Nasional Perempuan, Kementerian Hukum dan HAM, Ombudsman dan Mabes Polri.
"Situasi pembela HAM pada sekarang ini kalau dibandingkan pada periode rezim Orde Baru yang katakanlah otoriter, tapi sesungguhnya menurut saya tidak memudahkan juga melakukan kriminalisasi terhadap pembela HAM. Tapi belakangan ini (era demokrasi) kami melihat beberapa dari pembela HAM itu banyak dilakukan diproses hukum dengan alasan bermacam-macam," ujar Siti dalam seminar Pembela HAM berbasis Komunitas: Mencari Bentuk Perlindungan Negara Terhadap Pembela HAM di Indonesia di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, nomor 4 B, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/9/2016).
Siti mengatakan zaman sekarang aparat penegak hukum dapat dengan mudah mencari pasal untuk mengkriminalisasi para pembela HAM.
"Kalau dicari pasal ya semua pengacara, polisi, jaksa, hakim paling ahli untuk menggunakan pasal. Pasal itu bisa digunakan kapan saja, dengan bukti bisa juga dicari-cari. Ini situasi dimana pembela HAM pada situasi sekarang yang sudah sangat terbuka, demokratis, ini justru mendapatkan atau sering berhadapan dengan teman teman aparat penegak hukum, proses kemudian dikriminalkan," kata dia.
Siti menyontohkan kasus yang dialami aktivis yang memperjuangkan perlindungan terhadap sumber air di Yogyakarta. Aktivis langsung diproses secara hukum oleh aparat penegak hukum. Contoh lain di Ambon, aktivis pembela HAM Yanes Balubun meninggal dunia dengan cara yang tak wajar setelah melewati serangkaian intimidasi.
"Misal Yanes di Ambon juga mengalami tidak hanya intimidasi, kemudian kami menemukan mayatnya mengalami kecelakaan. Kemudian menurut temuan Komnas HAM, ada kejanggalan dalam kecelakaan yang dikatakan kecelakaan lalu lintas itu," kata Siti.
Siti menyayangkan kenapa zaman sekarang justru mengalami kemunduran.
"Kami memang ditangkap (Orde Baru), tapi satu hari dikeluarkan belum 2 x 24 jam itu pasti dikeluarkan. Tidak ada proses hukum selanjutnya. Kecuali ada indikasi. Jadi inilah perbedaan situasi dimana rezim yang katanya demokratis tapi bagi teman teman pembela HAM, justru sangat intimidatif," kata dia.
Seminar di Komnas HAM dihadiri, antara lain perwakilan Lembaga Perlindungan Saksi Korban, Komisi Nasional Perempuan, Kementerian Hukum dan HAM, Ombudsman dan Mabes Polri.
Tag
Komentar
Berita Terkait
-
'Tangan Ikut Berlumuran Darah', Alasan Sipil ASEAN Tolak Komnas HAM Myanmar di Forum Jakarta
-
Khawatir Komnas HAM Dihapus Lewat Revisi UU HAM, Anis Hidayah Catat 21 Pasal Krusial
-
Asfinawati Nilai Ada 'Main Politik' di Balik Mandeknya Kasus HAM di Kejagung
-
Fakta Kelam Demo Agustus: 3.337 Orang Ditangkap dan Ada yang Tewas, Rekor Baru Era Reformasi?
-
Komnas HAM Dorong Revisi UU untuk Atasi Pelanggaran HAM, Diskriminasi, dan Kekerasan Berbasis Gender
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
-
Pengungsi Gunung Semeru "Dihantui" Gangguan Kesehatan, Stok Obat Menipis!
-
Menkeu Purbaya Lagi Gacor, Tapi APBN Tekor
-
realme C85 Series Pecahkan Rekor Dunia Berkat Teknologi IP69 Pro: 280 Orang Tenggelamkan Ponsel
Terkini
-
Cegah Inflasi Akibat MBG, Pemerintah Rencanakan Pembangunan Peternakan dan Lahan Pertanian Baru
-
Remaja Perempuan Usia 15-24 Tahun Paling Rentan Jadi Korban Kekerasan Digital, Kenapa?
-
Vonis Tiga Mantan Bos, Hakim Nyatakan Kerugian Kasus Korupsi ASDP Rp1,25 Triliun
-
Selain Chromebook, KPK Sebut Nadiem Makarim dan Stafsusnya Calon Tersangka Kasus Google Cloud
-
Bikin Geger Tambora, Begal Sadis Ternyata Sudah Beraksi 28 Kali, Motor Tetangga Pun Disikat
-
Ketum Joman 'Kuliti' Isu Ijazah Jokowi: Ini Bukti Forensik Digital, Roy Suryo Kena UU ITE!
-
Korupsi Taspen Rugi Rp1 T, Kenapa KPK Cuma Pamer Rp883 M? Ini Jawabannya
-
BMKG Bunyikan Alarm Bahaya, Pemprov DKI Siapkan 'Pasukan Biru' hingga Drone Pantau Banjir Rob
-
Terjerat Kasus Korupsi Dinas PUPR, Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten OKU Ditahan KPK
-
PSI Sorot Kinerja Pemprov DKI Atasi Banjir Rob Jakarta: Mulai Pencegahan dari Musim Kemarau