Suara.com - Anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Gerindra Sareh Wiyono mengaku ada penyerahan Rp700 juta kepada panitera Pengadilan Jakarta Utara Rohadi di apartemennya, tapi uang tersebut berasal dari pengacara bernama Petrus Selestinus.
"Pak Petrus datang kemudian mengatakan ini pinjaman untuk Rohadi, tidak lama Rohadi datang membawa kardus dan mengatakan ada uang Rp700 juta ya, sudah diberikan dari Pak Petrus. Lalu Rohadi membawa bungkusan itu," kata Sareh Wiyono dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.
Sareh menjadi saksi untuk panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi yang didakwa menerima suap sebesar Rp300 juta dari pengacara Saipul Jamil dan abang Saipul Jamil terkarit pengurusan perkara asusila yang dilakukan Saipul.
Sebelumnya pada 29 September 2016, supir Rohadi bernama Koko Wira A mengatakan bahwa Rohadi pernah mendapat uang Rp700 juta dari Sareh Wiyono yang diambil dari apartemen Sudirman Mansion.
"Ada 700 (juta) kata Pak Rohadi, itu dari apartemen Sudirman Mansion, kata Pak Rohadi dari Pak Sareh (wiyono)," kata Koko pada sidang 29 September 2016.
"Petrus yang dimaksud adalah Petrus Selestinus pengacara," tambah Sareh. Petrus pun diketahui pernah beberapa kali melamar sebagai pimpinan KPK.
Sareh mengaku awalnya pada sekitar April atau Mei 2016, Rohadi mendatanginya di apartemen Sudirman Mansiun dan bercerita ingin meminjam uang.
"Dia sedang ada usaha rumah sakit, itu kira-kira bulan April atau Mei. Saat itu saya tidak terlalu menanggapi karena kesibukan saya.
Selanjutnya Rohadi sebulan kemudian seingat saya datang ke DPR, tahu-tahu ada temen saya Pak Petrus Selestinus ke DPR. Lalu saya katakan ini Pak Petrus mungkin bisa bantu.
Kemudian sekitar seminggu kemudian itu kalau tidak salah hari Jumat tangal 10 Juli Pak Petrus menelepon dan mengatakan ingin bertemu Pak Rohadi lalu saya sampaikan ke Pak Rohadi mau apa, tidak lama Pak Petrus datang ke apartemen dan Rohadi juga tapi selanjutnya saya tidak tahu karena saya sholat," tambah Sareh.
Ternyata saat itu Petrus datang membawa bungkusan hijau berisi uang Rp700 juta. Rohadi yang ingin membawa uang itu pun mencari-cari kardus untuk menjadi tempat uang itu.
"Rohadi minta ke supir saya, mungkin untuk membawa bungkusan tas hijau yang dibawa Petrus tadi tapi saya tidak lihat isi bungkusannya karenas aya sholat," jelas Sareh.
Petrus menurut Sareh pun kebetulan datang ke DPR saat Rohadi meminjam uang karena sedang meminta RUU Tax Amnesty.
"Saat itu Petrus mau minta RUU Tax Amensty, saya katakan tidak bisa karena masih tahap penggodokan," tegas Sareh.
Namun jaksa KPK maupun hakim tidak mendalami lebih lanjut keterangan Sareh maupun tujuan dan sumber uang tersebut serta hubungan Sareh dengan Petrus.
Seusai memberikan keterangan di sidang Sareh pun keluar dari pintu samping ruang sidang, yang bukan menjadi pintu keluar biasa saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan.
Sareh adalah mantan Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan juga pernah menjadi mantan Ketua PN Jakarta Utara. Ia pensiun pada 2013 dan sejak Oktober 2014 menjadi anggota DPR dari fraksi Gerindra dan bahkan sempat menduduki jabatan sebagai Kepala Badan Legislasi (Baleg) DPR saat masih berada di Komisi III DPR.
Rohadi terjerat 3 kasus di KPK, pertama, ia didakwa menerima Rp50 juta untuk membantu mengurus penunjukkan majelis yang menyidangkan perkara Saipul Jamil dan menerima Rp250 juta bersama-sama dengan menerima Rp50 juta untuk membantu mengurus penunjukkan majelis yang menyidangkan perkara Saipul Jamil untuk mempengaruhi putusan perkara Saipul Jamil yang ditangani Ifa. Kasus ini sudah diajukan ke pengadilan negeri Jakarta Pusat.
Kasus kedua, Rohadi disangkakan menerima gratifikasi untuk kasus yang tengah diproses di MA saat menjadi panitera pengganti di PN Jakarta Utara dan PN Bekasi dan ketiga Rohadi disangkakan sebagai tersangka pelaku pencucian uang. Dua kasus terakhir masih dalam tahap penyidikan di KPK. [Antara]
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO