Suara.com - Setelah hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar terjaring operasi tangkap tangan KPK, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Jamil mendorong evaluasi terhadap aturan tentang rekrutmen hakim Mahkamah Konstitusi.
"Menurut saya ke depan perubahan UU MK dilakukan terutama rekrutmen hakim-hakim MK dari tiga institusi DPR, MA dan Presiden," kata Nasir di DPR, Jakarta, Kamis (26/1/2017).
Nasir mengingatkan pentingnya transparansi dalam perekrutan hakim konstitusi karena selama ini pola dan identitas calon kurang transparan. Dengan demikian, kasus serupa tak terulang lagi.
"Saya pikir DPR dan pemerintah harus mengambil inisiatif ini sehingga kedepan integritas daripada hakim MK benar-benar sudah teruji sehingga tidak lagi ada kasus-kasus seperti ini," kata dia.
Dia menambahkan revisi diharapkan dapat menciptakan integritas hakim. Apalagi, hakim MK memiliki tugas yang berat.
"Integritasnya harus benar-benar teruji dan publik bisa melihat secara langsung siapa hakim MK yang bertugas di MK. Karena mereka punya syarat yang tidak bisa dimiliki oleh pejabat-pejabat tinggi lainnya yaitu negarawan," kata dia.
Komisi Yudisial prihatin dengan kasus Patrialis. Komisi pengawas hakim sangat menyayangkan kasus tersebut terjadi lagi di MK.
" Atas peristiwa tersebut Komisi Yudisial merasa prihatin dan sangat menyayangkan, sebab di tengah usaha banyak pihak dalam membenahi dunia peradilan, integritas profesi Hakim kembali tercoreng lagi-lagi akibat perbuatan tidak patut yang dilakukan segelintir oknum," kata juru bicara Farid Wajdi.
Farid berharap peristiwa ini menjadi pelajaran bagi institusi peradilan, mengingat kejadian ini bukan yang pertama. Terdapat hal mendasar yang harus diperbaiki dalam praktik penyelenggaraan peradilan, dimana kekuasaan yang tanpa kontrol berpotensi untuk menjadi penyelewengan.
"Tidak terkecuali pada ranah yudikatif," ujar Farid.
Komisi Yudisial menyerukan kepada semua pihak untuk kembali mendengarkan suara publik.
"Reform yang sebenarnya adalah perbaikan yang telah menyentuh masalah dasar, yaitu Integritas. Selain integritas sendiri merupakan kewajiban, juga pada dasarnya pengawasan tidak tidur dan terus berjalan dalam berbagai bentuk," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
Terkini
-
Mendikdasmen Pastikan Guru Korban Bencana di Sumatra Dapat Bantuan Rp2 Juta
-
Masalah Lingkungan Jadi PR, Pemerintah Segera Tertibkan Izin Kawasan Hutan hingga Pertambangan
-
Dua Hari Berturut-turut, KPK Dikabarkan Kembali Tangkap Jaksa Lewat OTT
-
LPSK Tangani 5.162 Permohonan Restitusi, Kasus Anak Meroket Tajam
-
Upaya Roy Suryo cs Mentah di Polda Metro Jaya, Status Tersangka Ijazah Jokowi Final?
-
Jurus 'Sapu Jagat' Omnibus Law Disiapkan untuk Atur Jabatan Polisi di Kementerian
-
Dakwaan Jaksa: Dana Hibah Pariwisata Sleman Diduga Jadi 'Bensin' Politik Dinasti Sri Purnomo
-
LPSK Bahas Optimalisasi Restitusi Korban Tindak Pidana bersama Aparat Hukum
-
Komisi X DPR Respons Kabar 700 Ribu Anak Papua Tak Sekolah: Masalah Serius, Tapi Perlu Cross Check
-
Soroti Perpol Jabatan Sipil, Selamat Ginting: Unsur Kekuasaan Lebih Ditonjolkan dan Mengebiri Hukum