Setelah menangkap Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar dalam operasi tangkap tangan pada Rabu (25/1/2017) malam, tim satuan tugas penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi langsung menggeledah rumahnya di Jalan Cakra Wijaya V Blok P Nomor 3 Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur pada Kamis (26/1/2017) pagi. Meski sudah mendapatkan beberapa kardus barang yang dibawakan, namun hingga saat ini KPK belum bisa mengumumkan apa saja yang disita. Pasalnya saat ini masih terus diperiksa oleh penyidik.
"Kami belum dapat informasi lengkap tentang hasil penggeledahan," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (27/1/2017).
Selain rumah dari Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut, KPK juga dikabarkan menggeledah rumah Penyuapnya, Basuki Hariman di daerah Sunter, Jakarta Utara. Sama dengan penggeledahan di rumah Patrialis, KPK juga belum mendapatkan informasi lengkap dari Penyidik untuk disampaikan kepada publik tentang hasilnya.
Seperti diketahui, dalam kasus dugaan suap terkait permohonan uji materi undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan tersebut, Patrialis diduga menerima suap senilai 200 ribu Dolar Singapura dari Basuki dan diberikan secara bertahap. Dari jumlah yang disepakati tersebut, Politisi Partai Amanat Nasional tersebut sudah tiga kali menerima dari Basuki.
Dan pada saat KPK menangkapnya, diduga terjadi pemberian ketiga. Sebelumnya, sudah terjadi dua kali pemberian oleh Basuki kepada Patrialis melalui teman dekatnya, Kamaludin.
Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK berhasil menyita barang bukti berupa Voucher penukaran mata uang asing, dokumen perusahaan, dan draf putusan uji materi undang-undang yang dimohonkan di MK tersebut.
Diduga uang, 200 ribu Dolar Singapura tersebut untuk memuluskan permohonan Basuki terkait impor daging. Selain Basuki, Patrialis, dan Kamaludin, KPK juga menetapkan seorang perempuan sebagai tersangka. Doa adalah Ng Fenny yang diduga sebagai sekretaris Basuki.
Diduga sebagai penerima Partialis dan Kamaludin dijerat dengan Pasal 12 huruf c, atau Pasal 11 Undang-undang Nomor.31Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Kemudian Basuki dan Ng Fenny sebagai pemberi diduga sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-undang No mor. 31 Tahun 1999 atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Baca Juga: Ruang Patrialis Digeledah Sejak Dini Hari, Ini Hasilnya
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
Terkini
-
OTT KPK di Riau! Gubernur dan Kepala Dinas Ditangkap, Siapa Saja Tersangkanya?
-
KPK Sebut OTT di Riau Terkait dengan Korupsi Anggaran Dinas PUPR
-
Polisi Berhasil Tangkap Sindikat Penambangan Ilegal di Taman Nasional Gunung Merapi
-
600 Ribu Penerima Bansos Dipakai Judi Online! Yusril Ungkap Fakta Mencengangkan
-
Pemerintah Segera Putihkan Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan, Catat Waktunya!
-
Pengemudi Ojol Jadi Buron Usai Penumpangnya Tewas, Asosiasi Desak Pelaku Serahkan Diri
-
Sempat Kabur Saat Kena OTT, Gubernur Riau Ditangkap KPK di Kafe
-
Targetkan 400 Juta Penumpang Tahun 2025, Dirut Transjakarta: Bismillah Doain
-
Sejarah Terukir di Samarkand: Bahasa Indonesia Disahkan sebagai Bahasa Resmi UNESCO
-
Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Koalisi Sipil Ungkap 9 Dosa Pelanggaran HAM Berat Orde Baru