Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu (29/3). [Antara]
Saksi ahli psikologi sosial Risa Permana Deli diminta jaksa penuntut umum untuk menjelaskan fenomena yang muncul setelah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pidato dengan mengutip surat Al Maidah. Sejak Ahok mengutip Al Maidah ayat 51, sebagian umat dari berbagai daerah kompak demonstrasi ke Jakarta karena menilai ucapan Ahok menista ulama dan agama.
"Misalnya terjadi demonstrasi yang besar-besaran? Fenomena apa yang muncul? Kenapa ada masyarakat yang dari Jawa pun dan mengungkap pernyataannya?" kata jaksa di persidangan ke 16 yang berlangsung di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu (29/3/2017).
Menurut Risa reaksi tersebut terjadi gara-gara dosen bernama Buni Yani mengunggah video pidato Ahok secara tidak lengkap serta menulis transkrip ucapan Ahok secara salah.
"Masalah tata bahasa ini dimuat di YouTube. Semua orang merujuk pada informasi dia (Buni Yani). Rujukan video yang (diunggah Buni Yani) tersebut seluruhnya menghilangkan konteks," kata Risa.
Menurut Risa apa yang dilakukan Buni Yani telah menghilangkan konteks pidato Ahok.
Menanggapi pendapat Risa, jaksa kembali bertanya.
"Ahli menjelaskan orang menghilangkan konteks, menurut ahli fenomena masyarakat benar atau salah?" kata jaksa.
Risa yang merupakan Direktur Pusat Kajian Representasi Sosial dan Laboratorium Psikologi Sosial Eropa menjelaskan fenomena tersebut tidak bisa diartikan benar atau salah, melainkan pemerintah Indonesia belum memiliki sistem yang menyatakan informasi yang beredar di sosial media benar atau salah.
"Saya pikir media sosial yang dengan mudah dengan banyaknya informasi palsu. Dengan teknologi yang ada kita belum punya filter sistem," kata Risa.
Dia menambahkan pemerintah belum mempunyai kultur politik yang mapan. Menurut dia, banyaknya warga yang demo ke Jakarta untuk menuntut Ahok terjadi karena mereka hanya ikut-ikutan.
"Saudara saya ikut (demo) saya ikut. Karena kita masyarakat yang mengikut di sekelilingnya," kata Risa.
"Misalnya terjadi demonstrasi yang besar-besaran? Fenomena apa yang muncul? Kenapa ada masyarakat yang dari Jawa pun dan mengungkap pernyataannya?" kata jaksa di persidangan ke 16 yang berlangsung di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu (29/3/2017).
Menurut Risa reaksi tersebut terjadi gara-gara dosen bernama Buni Yani mengunggah video pidato Ahok secara tidak lengkap serta menulis transkrip ucapan Ahok secara salah.
"Masalah tata bahasa ini dimuat di YouTube. Semua orang merujuk pada informasi dia (Buni Yani). Rujukan video yang (diunggah Buni Yani) tersebut seluruhnya menghilangkan konteks," kata Risa.
Menurut Risa apa yang dilakukan Buni Yani telah menghilangkan konteks pidato Ahok.
Menanggapi pendapat Risa, jaksa kembali bertanya.
"Ahli menjelaskan orang menghilangkan konteks, menurut ahli fenomena masyarakat benar atau salah?" kata jaksa.
Risa yang merupakan Direktur Pusat Kajian Representasi Sosial dan Laboratorium Psikologi Sosial Eropa menjelaskan fenomena tersebut tidak bisa diartikan benar atau salah, melainkan pemerintah Indonesia belum memiliki sistem yang menyatakan informasi yang beredar di sosial media benar atau salah.
"Saya pikir media sosial yang dengan mudah dengan banyaknya informasi palsu. Dengan teknologi yang ada kita belum punya filter sistem," kata Risa.
Dia menambahkan pemerintah belum mempunyai kultur politik yang mapan. Menurut dia, banyaknya warga yang demo ke Jakarta untuk menuntut Ahok terjadi karena mereka hanya ikut-ikutan.
"Saudara saya ikut (demo) saya ikut. Karena kita masyarakat yang mengikut di sekelilingnya," kata Risa.
Komentar
Berita Terkait
-
Air Laut Nyaris Sejajar Tanggul Pantai Mutiara, Bisa Bikin Monas Kebanjiran?
-
Ojol Tewas, Ahok Sebut DPR Takut: Kenapa Tidak Berani Terima Orang Demo?
-
Dedi Mulyadi Berlutut di Depan Kereta Kencana: Antara Pelestarian Budaya dan Tuduhan Penistaan Agama
-
Ahok Ikut Komentar Soal Kenaikan Gaji Anggota DPR: Mau Rp1 Miliar Sebulan Oke
-
Ahok Tak Masalah kalau Gaji Anggota DPR Rp1 Miliar Sebulan, Tapi Tantang Transparansi Anggaran
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Aktivitas Tambang Emas Ilegal di Gunung Guruh Bogor Kian Masif, Isu Dugaan Beking Aparat Mencuat
-
Sidang Ditunda! Nadiem Makarim Sakit Usai Operasi, Kuasa Hukum Bantah Tegas Dakwaan Cuan Rp809 M
-
Hujan Deras, Luapan Kali Krukut Rendam Jalan di Cilandak Barat
-
Pensiunan Guru di Sumbar Tewas Bersimbah Darah Usai Salat Subuh
-
Mendagri: 106 Ribu Pakaian Baru Akan Disalurkan ke Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Angin Kencang Tumbangkan Pohon di Ragunan hingga Tutupi Jalan
-
Pohon Tumbang Timpa 4 Rumah Warga di Manggarai
-
Menteri Mukhtarudin Lepas 12 Pekerja Migran Terampil, Transfer Teknologi untuk Indonesia Emas 2045
-
Lagi Fokus Bantu Warga Terdampak Bencana, Ijeck Mendadak Dicopot dari Golkar Sumut, Ada Apa?
-
KPK Segel Rumah Kajari Bekasi Meski Tak Ditetapkan sebagai Tersangka